Saturday 25 January 2014

Hikayat-Tokoh-Budaya



Mohamad Ali.

http://kerajaanairpura.blogspot.com

Mohamad Ali Nama lengkap beliau Mohamad Ali Firman Alamsyah lahir pada tahun 1896 di Asam Kumbang, Painan Sumatera Barat, pendidikan beliau Gouvernements Vervolgsschool di Indrapura PesisirSelatan Sumatera Barat. Pada Tahun 1925 menjadi juru tulis Marga Ketahun, selanjutnya 1935 Pasirah Marga Ketahun, Akhir 1947 menjadi  Pangeran Marga Ketahun dan pada Tahun 1949 diangkat menjadi Camat Kecamatan Ketahun-Sebelat berkedudukan di Napal Putih. Beliau lebih dikenal sebagai Camat Perang dimasa Repolusi, berjuang melancarkan Perang kemerdekaan melawan Belanda, bergabung dengan Gubernur Militer Dr. A.K. Gani. Tahun 1951 Assisten Wedana, 1955 Assisten Wedana/Pemimpin rapat besar Kewedanaan Muko-muko di Muko-muko ( Bidang Kehakiman ).
Pada Tahun 1977 beliau Pensiunan Assisten Wedana berdomisili di Dwi-Tunggal, Curup. Tutup usia di Curup, Rejang/Lebong dimakamkan di pemakaman umum Dwi-Tunggal ( Belakang Lembaga Pemasyarakatan Curup ). Nama lengkapnya hampir tidak pernah beliau memakainya, pangilan akrab hingga akhir hayatnya : Pangeran Mohamad Ali.



Prof. Sutan Mohammadsjah

Prof. Sutan Mohammadsjah lahir pada tahun 1912 di Kupang, Nusa Tenggara Timur. ia adalah putra dari Nazaruddin gelar Sutan Saidi, keturunan Raja Hidayat dan Tuanku besar Sutan Salim. Sutan Mohammadsjah lebih tertarik pada bidang Hukum, sehingga pada usia 22 tahun ia sudah menggondol gelar Meester in de Rechten (Sekarang sarjana Hukum) dari Rechts Hooger School di Jakarta.

karena lebih tertarik pada bidang pendidikan, maka ia memeilih pekerjaan sebagai pengajar Ilmu Hukum di Perguruan Tinggi dan diangkat sebagai Profesor pada tahun 1958. ia pernah menjadi Dekan di Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang, Jabatan terakhir yang disandangnya adalah sebagai Rektor Universitas Nusa Cendana di Kupang, sebuah Universitas Negeri di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur. Ia berada di sana sampai akhir hayatnya, tahun 1983.

Sutan Takdir Alisjahbana

 

 

Sutan Alisjahbana gelar sutan Arbi mempunyai banyak putra-putri, salah seorang yang terkenal baik dalam skala nasional maupun internasional adalah Sutan Takdir Alisjahbana atau lebih dikenal dengan singkatan STA.

dalam buku saku berjudul Sutan Takdir Alisjahbana dan hasil karyanya, terbitan Dian Rakyat, tercantum daftar jabatan, judul buku berbagai kegiatan, serta tanda penghargaan yang pernah diterimanya. karangan dalam bidang bahasa yang ditulisnya sejak tahun 1930 – 1986 berjumlah lebih kurang 108 buah judul, sedangkan karangan atau buku-buku yang ditulisnya dalam bidang-bidang lain seperti roman, puisi, filsafat, pendidikan dan kebudayaan, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa asing jumlahnya lebih dari 150 judul. belum lagi sejumlah jabatan yang pernah dipegangnya dalam berbagai organisasi yang bersifat nasional maupun internasional. Takdir memang seorang tokoh besar dalam bidang bahasa, sastra dan filsafat.

Jabatan Rektor Universitas Nasional baru diletakkannya pada hari ulang tahunnya yang ke-85, 11 Februari 1993, tubuhnya masih tegap, tidak ada kelebihan lemak, tidak juga ada keluhan mengenai kesehatannya.

Sutan Takdir Alisjahbana dilahirkan di Natal, pada tanggal 11 Februari 1908. ibunya bernama Puti Samiah, seorang wanita Natal, ia masih mempunyai hubungan keluarga dengan Sutan Sjahrir sebagai saudara sepupu karena mereka sama-sama keturunan Sutan Kabidun, putra Tuanku Besar Si Intan (Sintan).

tidak banyak yang dapat diceritakan oleh Tadir tentang kota kelahirannya, karena sejak berusia empat tahun ia sudah diajak merantau. Sebagai seorang guru, ayahnya, Sutan Arbi pernah ditempatkan di Cunangka, lalu dipindahkan ke Curup, Kerkap, dan Ipuh, kota-kota kecil yang terletak dekat Muko-muko. sekarang kota-kota ini masuk dalam wilayah Propinsi Bengkulu. Ia hanya ingat cerita ibunya ketika ia masih kecil, bahwa di Natal banyak ditemukan emas yang didulang oleh penduduk. menurut ibu, jika menjemur emas laksana menjemur padi. ada sebongkah emas yang kemudian di jadikan kalung oleh ibu.

Rumah mereka di Natal terletak di tepi sungai Batang Natal yang secara alami telah dihanyutkan banjir beberapa tahun lalu. lantai bangunannya berbentuk panggung tradisional dengan tiang-tiangnya yang tinggi. diantara lantai bangunan dan tanah terdapat ruang kosong. dihalamannya, terdapat pohon-pohon bambu yang rindang. jika ibu mencuci di tepian sungai, Takdir kecil sering bermain-main di dekatnya, dibawah naungan pohon bambu.

sejak meninggalkan Natal, Takdir belum pernah menginjakkan kakinya lagi di tanah kelahirannya, ketika mengikuti sebuah kongres di Medan, beberapa tahun yang lalu, ia pernah berniat mengunjungi Natal. Taksi sudah di sewa, ia pun sudah menuju Natal dan telah berjalan cukup jauh. sampai di jalan buruk yang sulit dilalui, taksi yang ditumpanginya rusak. rencana kunjungan ke Natal menjadi batal karenanya.

hubungan Takdir dengan ibunya sangat dekat dan hangat. Ketika mereka berpisah, usianya masih muda karena ia harus belajar di tempat yang jauh. mula-mula ia bersekolah di Bengkulu, kemudian Lahat, di Muara Enim dan teakhir di Bandung. di Bandung, ia masuk sekolah guru dan berhasil menamatkan sekolahnya pada tahun 1928. setelah itu ia diangkat menjadi guru dan ditempatkan di Palembang. pada waktu Surat Keputusan pengangkatannya keluar, ia meminjam gajinya selama 3 bulan pertama untuk membeli pakaian dan sepeda. hanya sebagian yang terpakai dan sisanya dikirimkan kepada ibunya di Bengkulu. betapa hancur hatinya, ketika seorang sepupu dari Bengkulu datang mengabarkan, bahwa ibunya telah meninggal dunia. uang yang dikirimkannya digunakan untuk biaya pemakaman. Ia benar-benar terpukul dan menangisi kepergian ibu sampai akhirnya ia terkena penyakit jantung. cuti sakit selama 3 bulan di berikan oleh sekolah tempatnya mengajar karena ia harus berobat ke Bandung. setelah 3 minggu dirawat di rumah sakit kesehatannya mulai membaik. kesempatan ini dipergunakan oleh Takdir untuk menyelesaikan roman yang sudah lama digarapnya, berjudul Tak Putus Dirundung Malang. naskah tersebut kemudian diterbitkan oleh Balai Pustaka.

Takdir merasa, pekerjaan sebagai seorang guru tidak cocok baginya karena ia tidak cukup memiliki kesabaran. ia sering kali menampar murid-muridnya sehingga orang tua murid-murid tersebut mengadu ke sebuah majalah. pada tajuk berita, ditulis tentang ulah Takdir dengan judul 'Guru yang Ganas'. hingga Takdir memutuskan meninggalkan pekerjaannya sebagai guru, dan pindah ke Balai Pustaka sebagai redaktur.

ketika berusia 20 tahun, STA berhasil menyelesaikan 3 buah roman masing-masing Dian Yang Tak Kunjung Padam, Anak Perawan di Sarang Penyamun, dan Layar Terkembang. pada tahun 1935, takdir ditinggalkan untuk selamanya oleh isteri pertamanya, Raden Adjeng Rohani Daha, yang meninggalkan tiga orang anak yang masih kecil dan yang paling kecil ketika itu masih bayi, sehingga ia harus menjadi ayah dan ibu sekaligus.

sepeninggal istri pertamanya, Takdir menikah lagi dengan Sugiarti, seorang gadis Jawa yang berpendidikan tinggi. ia pernah belajar di negeri Belanda dan menguasai beberapa bahasa asing. dalam sebuah kunjungan ke Amerika Serikat, istrinya meninggal dunia. dua anak perempuan yang ditinggalkannya baru berusia enam dan tiga setengah tahun. untuk kedua kalinya Takdir harus memikul peran ganda sebagai seorang ayah dan sekaligus seorang ibu dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya.

Pada sebuah kongres penulis diseluruh dunia, Takdir menikah lagi dengan seorang wanita Eropa yang dijumpainya dalam kongres tersebut. sudah lama ia “bertualang” dalam alam pikiran Eropa dan bertekad menguasai kebudayaannya. Dr. Margret Axer, yang ketika itu menjadi redaktur kebudayaan sebuah surat kabar di Jerman, adalah seorang ahli bahasa, serta ahli sastra Jerman dan Inggris. dari perkawinan mereka dikaruniai empat orang anak.

dari sembilan orang anak Sutan Takdir Alisjahbana, dua orang diantaranya menjadi tokoh masyarakat. yang pertama, Iskandar Alisjahbana, seorang cendikiawan; dan Sofyan Alisjahbana, pemimpin sebuah perusahaan penerbitan yang sukses.

Adapun keluarga, istri dan anak-anak Sutan Takdir Alisjahbana yaitu :
1.    Samiati Alisjahbana, Alm.
2.    Iskandar Alisjahbana
3.    Sofyan Alisjahbana
Adalah anak-anak STA dari hasil perkawinannya dengan Raden Ajeng Rohani Daha, tahun 1929. pada tahun 1935, istrinya meninggal di Jakarta.

4.    Mitra Alisjahbana
5.    Sri Artaria Alisjahbana
Adalah anak-anak STA, dari perkawinannya dengan Raden Roro Sugiarti, tahun 1941. Raden Roro Sugiarti meninggal di Los Angeles, Amerika Serikat; pada tahun 1952

6.    Tamalia Alisjahbana
7.    Marita Alisjahbana
8.    Marga Alisjahbana
9.    Mario Alisjahbana
Empat anak-anak hasil perkawinan STA dengan Dr. Margret Axer pada tahun 1953 di Bonn, Jerman Barat. Istrinya meninggal pada tanggal 15 Maret 1994.

ketika istrinya mulai jatuh sakit, Takdir meminta adiknya, Puti Balkis Alisjahbana untuk mengurus rumah tangga STA. meskipun tampak lelah dan harus banyak beristirahat sambil berbaring di kursi panjang di ruang tamu rumahnya sambil membaca atau beristirahat. di ruang tamu ini juga STA menerima tamu-tamunya; kebanyakan dari kalangan mahasiswa, wartawan yang sudah kenal dengannya, dan tokoh-tokoh dari kalangan intelektual baik orang Indonesia maupun dari luar negeri. adik STA inilah yang mengatur pertemuan dengan para tamu Takdir. Sepanjang ingatannya, kakaknya tidak pernah menolak siapapun.

pada pertemuan itu tampak perubahan sikap pada STA, suaranya kedengaran tegar dan lantang. seolah-olah bukan dia yang berbicara, namun seorang yang masih muda yang melontarkan pikiran dan gagasan dengan penuh keyakinan. ia menyinggung demikian banyak pokok dan masalah seperti bidang kebudayaan, sastra, filsafat dan banyak lainnya hingga politik, termasuk impiannya agar Indonesia menjadi sebuah negara yang maju dan makmur, sejajar dengan negara-negara maju lainnya. Yang paling banyak ia singgung adalah soal bahasa Indonesia, yang menurutnya, tidak berkembang, malahan merosot dengan terbentuknya kata-kata singkatan dan pengaruh dari bahasa asing.

Obsesi yang lain ialah keinginannya untuk mendirikan sebuah yayasan bertaraf internasional dalam bentuk semacam hadiah Nobel, yang secara berkala menghadiahkan sejumlah uang yang cukup besar, misalnya untuk seorang penulis terbaik atau seseorang yang dianggap berjasa bagi kemanusiaan. Begitu banyak yang ingin ia lakukan… dan waktunya sudah menipis "So much to do… and time is running out!"

di hari tuanya, Takdir sangat tekun menjaga kondisi tubuhnya, misalnya dengan menyusun sendiri menu sehari-hari, memilih sayuran dan buah-buahan disamping makanan bergizi lainnya. ia juga sangat berdisiplin menjalankan perintah dokter, seperti meminum atau menelan bermacam-macam vitamin serta obat-obatan. ia juga tida pernah mengabaikan olah raga yang ketika itu hanya berjalan-jalan di pagi hari di sekeliling pekarangan rumahnya. kebiasaan berenang telah ditinggalkannya beberapa bulan sebelumnya karena sudah tidak kuat.

menurut Puti Balkis Alisjahbana, Takdir adalah seorang ayah yang galak, berdisiplin serta sangat mengagungkan kejujuran diatas segalanya. kepada keluarganya diperkenalkan dengan sistem “bonus” untuk prestasi yang berlebih. jika angka-angka di rapor lebih tinggi dari enam, maka akan diberikan hadiah. jika angka rata-rata lebih dari enam, hadiah yang diberikan juga lebih besar, apalagi jika semua angka-angka di rapor nilainya baik sekali, hadiahnya pasti amat besar.

Sutan Takdir Alisjahbana meninggal pada 17 Juli 1994 di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. Sebelum STA menutup mata, ia ingat akan tempat kelahirannya, Natal; beberapa tahun yang lalu ia pernah mencoba pergi ke Natal dengan mobil sewaan dari Medan, tetapi mobil itu mengalami kerusakan dan rencana mendatangi kota Natal terpaksa di batalkan. STA juga tertarik pada Materai Di Raja dari kerajaan Lingga Bayu, Ranah Nata, yang bertuliskan Aksara Arab yang menyebutkan bahwa kakek buyut keluarga Sutan Takdir sebagai salah seorang raja Natal di masa lalu. STA juga memperlihatkan materai tersebut kepada seorang sahabat dekatnya, Drs. Abu Hasan untuk mengetahui lebih banyak tentang apa yang tertera di materai kuno itu. pada kesempatan lain, Takdir juga menyatakan keinginannya untuk bertemu dengan seseorang yang lebih tahu tentang Natal, STA juga berkeinginan mengembangkan sayap perusahaan keluarganya di sana. paling tidak membeli tanah yang cukup luas dipinggir pantai atau membeli rumah untuk melakukan sesuatu di Natal dalam bentuk usaha-usaha. hal tersebut juga disampaikannya kepada anak-anaknya yang paling bungsu, Mario dan Tamalia.

sebulan kemudian setelah berpulangnya STA, tepat pada 15 Agustus, 1994 istri ke tiganya Margret Axer menyusul suaminya ke alam baka, setelah beberapa lama menderita penyakit jantung. Margret dimakamkan di tempat yang sama dengan suaminya, di halaman rumah peristirahatan mereka sendiri di Tugu, Cisarua, Bogor; atas kehendak mereka berdua yang disampaikan kepada anak-anak mereka beberapa waktu sebelum meninggal dunia.

Takdir sangat mencintai bahasa Indonesia, ini dapat dilihat dari karya-karya yang disumbangkannya. pada waktu Jepang berkuasa, Takdir dan sekretarisnya, Suwandi, mendirikan Komisi Bahasa Indonesia. Takdirlah yang diangkat menjadi sekretaris ahli. Dua tokoh pejuang yaitu Subadio Sasrosatomo dan Miriam Budiardjo ikut bergabung. mereka resah dan khawatir memikirkan niat bangsa Jepang yang pasti akan memaksakan pemakaian bahasa Jepang kepada Bangsa Indonesia dan hal itu tentu harus dicegah sejak dini.**
 Sutan Alisjahbana gelar Sutan Arbi

Sutan Alisjahbana atau Sutan Arbi berasal dari Natal, sama seperti leluhurnya. Mereka merantau ke Tengah Padang (di daerah Bengkulu), karena Pemerintah Kolonial Belanda mengasingkan Sutan Mohammad Amin, kakek buyutnya ke sana. Sedangkan gelar Raden pada namanya diperoleh dari kesultanan Yogyakarta, karena adik ipar Pangeran Sentot Alibasjah yang bernama Raden Ayu Siti Hawa (isteri Sutan Mohammad Amin) adalah seorang putri yang berasal dari kraton Yogyakarta, ia ikut keluarganya yang tengah diasingkan di Bengkulu. Gelar Raden tersebut dianugerahkan juga oleh kraton Yogyakarta kepada Sutan Arbi atas jasa-jasanya memelihara makam Pangeran Sentot Alibasjah.

Sebagai seorang yang dilahirkan menjelang akhir abad ke-19, beliau banyak mengetahui kehidupan dan perjuangan rakyat Indonesia pada awal abad XX. ia merasa beruntung karena dapat ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan menyaksikan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. di Bengkulu. Sutan Arbi juga dikenal sebagai orang yang kuat agamanya, dan pernah menjadi Imam Besar Masjid Jamik.

berbeda dengan ayah dan kekeknya, tokoh ini tidak pergi ke Mekkah untuk mendalami ilmu agama, tetapi bekerja sebagai guru sekolah umum milik pemerintah Belanda dan bermukim di daerah yang dahulu disebut Tengah Padang, di Bengkulu. sebagai seorang yang terjajah, tentu saja sutan Arbi mengalami perlakuan yang tidak adil dari pemerintah kolonial. sebagai contoh, ada beberapa tempat atau hal-hal tertentu yang tidak boleh diikutinya hanya karena warna kulitnya coklat atau karena kedudukan sosialnya sebagai warga dari bangsa yang terjajah dianggap rendah. kenyataan tersebut amat menyakitkan hatinya dan sangat dibencinya.

Sutan Arbi yang benci kepada Belanda ingin menunjukkan kepada orang-orang Belanda bahwa orang-orang pribumi bisa juga bergaya hidup seperti mereka. Sutan Arbi menjual sebagian tanah miliknya hanya untuk bisa unjuk gigi di depan Belanda. hasil penjualan tanah tersebut cukup bayak. setelah uang diterimanya, anak-anaknya mempercakapkan ayah mereka sebagai orang kaya yang setara dengan orang-orang Belanda yang berada di Bengkulu saat itu.

Sebagian besar uang hasil penjualan tanah itu, dipergunakan oleh Sutan Arbi untuk memasuki societeit atau bisa disingkat SOOS, semacam klub atau perkumpulan khusus orang-orang Belanda yang berkedudukan tinggi. tidak setiap orang Belanda dapat diterima memasuki klub ini. oleh sebab itu, orang Belanda yang dapat diterima sebagai anggota SOOS, dipandang mempunyai gengsi yang lebih tinggi. para anggotanya mempunyai tempat-tempat khusus untuk duduk-duduk berkumpul, berbincang, minum-minum atau melakukan olahraga sehingga dapat mempererat hubungan sosial mereka. biasanya mereka akan dapat memperoleh manfaat dari keanggotaan SOOS tersebut. salah satu syarat untuk menjadi anggota SOOS ialah membayar sejumlah uang tunai yang cukup besar, walaupun calon anggotanya orang Belanda, tetap diberlakukan pemilihan berdasarkan status sosial seseorang, apalagi orang Melayu.

Setelah menjadi anggota SOOS, tidak jelas keterangan apakah Sutan Arbi juga ikut berdansa dan minum-minum. tetapi yang jelas Sutan Arbi menjadi sangat mahir memainkan biola dan bola sodok atau bilyar. Dengan memasuki komplek elite ini, Sutan Arbi diam-diam terlibat dalam kancah politik. kemampuannya berpidato dimuka umum benar-benar dimanfaatkannya untuk mempengaruhi situasi politik pada waktu itu.

PERTEMUAN DENGAN Ir. SOEKARNO
Dihari tuanya, saat Sutan Arbi masih menjabat sebagai Kepala Sekolah di Bengkulu, pada tahun 1938, ia bertemu dengan seorang Tahanan Politik dari pulau Jawa bernama Ir. Soekarno yang diasingkan pemerintah kolonial Belanda ke Bengkulu. Ia kemudian lebih dikenal dengan sebutan Bung Karno, salah seorang dari dua tokoh tokoh Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Begitu berkenalan, Sutan Arbi langsung akrab dengan Bung Karno, walaupun perbedaan usia mereka terpaut jauh. Bung Karno yang usianya 28 tahun lebih muda “memanggil” Sutan Arbi dengan sebutan Romo yang berarti ayah. bagi masyarakat Jawa, sebutan tersebut sangat halus dan mencerminkan rasa hormat. mereka selalu tampak bersama mulai dari pergi memancing, bertamasya ke tempat-tempat yang indah dan sejuk bahkan berburu ke hutan atau hadir dalam kegiatan-kegiatan yang sering diperingati oleh keluarga Indonesia waktu itu. mereka biasanya memegang peranan penting dalam setiap peringatan-peringatan yang bersifat Nasional.

Asm’aulkhaeri adalah salah seorang putri Sutan Arbi yang tetap tinggal di Bengkulu sampai Sutan Arbi meninggal dunia. Ia mengenang, selain persamaan hobby, antara Sutan Arbi dan Bung Karno terdapat persamaan yang sangat menonjol, yaitu sama-sama mempunyai keahlian berpidato. cara penampaian pesan-pesannya sangat memikat, mereka berbakat menjadi orator. bahkan dikemudian hari Bung Karno dikenal sebagai orator yang ulung. Ia mampu berpidato berjam-jam lamanya tanpa teks. begitu juga dengan Sutan Arbi. disamping itu, mereka juga menyukai kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat, apalagi Bung Karno sering melibatkan Sutan Arbi dalam berbagai acara yang bersifat keagamaan.

Pada tahun 1948, Sutan Arbi wafat dalam usia 75 tahun dengan status pensiunan Pegawai Negeri. beberapa tahun kemudian Asma’ulkhaeri memboyong adik-adiknya ke Jakarta sambil mengurus pensiun ayahnya. ternyata, pengurusan pensiun tersebut sangat sulit. Asma, begitu ia biasa dipanggil, meminta bantuan kepada sahabat dekat ayahnya, yaitu Bung Karno yang ketika itu telah menjadi Presiden Republik Indonesia. tentu saja tidaklah mudah menemui sang Presiden. Sebagai orang terpenting di Indonesia, berlapis-lapis pasukan keamanan menjaga dan mengurus berbagai keperluannya. kali ini Asma seperti menemui jalan buntu karena tidak ada orang yang bersedia mempertemukannya dengan Bung Karno. sampai pada suatu hari, ketika Bung Karno sedang memimpin rapat di Istana, Asma datang lagi, seorang staf keamanan mencegahnya menemui Bung Karno, lalu Asma menyerahkan sebuah catatan kecil kepada penjaga untuk disampaikan kepada Bung Karno, “Kalu begitu, tolong sampaikan ini kepada beliau, sekarang. saya akan menunggu panggilan disini”, kata Asma yang merasa pasti bahwa ia akan dipanggil oleh Bung Karno. tidak sampai sepuluh menit kemudian, seorang staf lain keluar dari ruang rapat dan berpesan agar Asma menunggu sampai rapat selesai, karena Bung Karno ingin menemuinya. begitu rapat selesai, Bung Karno langsung menemui Asma dan berbicara dengan hangat bagaikan seorang bapak terhadap anaknya yang sudah lama tidak bertemu. lalu Bung Karno membuat catatan kecil dan memerintahkan kepada ajudannya untuk mengantar dan mengurus kepentingan Asma sampai selesai. dalam waktu beberapa hari, Asma menerima tunjangan dari Departemen Sosial dengan catatan, bila pemindahan pensiun sudah dapat dilaksanakan, tunjangan tersebut akan dihentikan.

Pada tanggal 1 Oktober 1965, surat keputusan pemindahan pensiun Sutan Arbi keluar. saat itu karier politik Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia mulai turun sehubungan dengan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September atau lebih dikenal dengan istilah G 30 S/PKI.

Rupanya bukan hanya Asma yang ingat akan persahabatan Sutan Arbi dengan Bung Karno, tetapi Bung Karno pun demikian. Hal ini terbukti ketika ia mengabadikan kenangannya terhadap Sutan Alisjahbana atau Sutan Arbi melalui bukunya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, yang ditulis oleh Cindy Adams, terbitan tahun 1965. pada halaman 138, tercantum kalimat yang terjemahannya sebagai berikut :
Kawanku satu-satunya. Ia seorang Kepala Sekolah Rakyat (kini disebut Sekolah Dasar) yang sering datang berkunjung. Ia selalu membawa seorang anak gadis kecil yang sering kupeluk di pangkuanku. Aku tidak pernah melupakan keramahannya. Ketika aku telah menjadi Presiden, kutanyakan kepadanya :
“Apa yang dapat kulakukan untukmu, saudaraku? Katakanlah keinginanmu.”
Temanku yang sedang menghadapi ajalnya itu menjawab:
“Tolonglah keluarga saya, dan jika saya pergi, lindungilah anak gadis saya.”
Pesan ini kupenuhi baik-baik.
“Aku bahkan mencarikan suami baginya,”

Tidak jelas, apakah Bung Karno keliru memberikan keterangan atau Cindy Adams yang keliru mengungkapkan cerita Bung Karno. Kenyataannya, Bung Karno memang mengulurkan tangannya, tetapi suami Asma bukanlah orang yang dicarikan oleh Bung Karno.

Menurut keterangan Asma, dalam bermain biola, Sutan Arbi senang sekali memainkan lagu-lagu Minang dan Melayu. Disamping itu, ia juga mahir menggunting dan menjahit pakaian pria. Menggubah pantun juga merupakan keahliannya. Sutan Arbi selalu berpantun jika menulis surat kepada anak-anaknya yang jauh di perantauan. bahasa pantun-pantun gubahannya yang halus namun dengan maknanya yang dalam.

Ketika Bung Karno akan menikah dengan gadis Bengkulu, Siti Fatimah yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ny. Fatmawati Soekarno. sebagai sahabat setia, Sutan Arbi ikut sibuk mengurus segala sesuatu untuk keperluan pernikahan tersebut. ketika pernikahan akan dilaksanakan pada tahun 1942, tiba-tiba Bung Karno dipindahkan ke Jakarta oleh Pemerintah Jepang yang baru saja menggantikan kedudukan penjajah Belanda. pernikahannya dengan Siti Fatimah yang masih berada di Bengkulu itu tetap dilaksanakan. Sutan Arbi termasuk orang yang paling sibuk mengurus perkawinan “gantung” sang tokoh Proklamator kemerdekaan Republik Indonesia ini.**
 Sutan Sjahrir

Berbeda dengan Sutan Takdir Alisjahbana, Sutan Sjahrir tidak dilahirkan di Natal, ia dilahirkan di kota Padang Panjang yang sekarang termasuk ke dalam propinsi Sumatera Barat. ayahnya bernama Mohammad Rasad gelah Maharaja Sutan bin Sutan Leman atau Sutan Palindih. jabatan terakhir Sutan Palindih adalah Hoofd van Landraad (Jaksa Tinggi Pengadilan Negeri pada Pemerintahan Hindia Belanda) di Medan. ibunya bernama Puti Siti Rabi’ah, anak dari Sutan Sulaiman dengan Puti Johar Maligan. sedangkan Puti Johar Maligan adalah cucu Tuanku Besar Si Intan, raja ke-7 dari kerajaan Natal. jika ditarik garis ke atas berdasarkan garis keturunan ibu dari Sutan Sjahrir, dengan garis keturunan ibu dari Sutan Takdir Alisjahbana, terdapat tali persaudaraan. mereka sama-sama keturunan dari Sutan Kabidun, putra Tuanku Besar Si Intan. Jadi, nenek Sutan Sjahrir adalah Puti Johar Maligan, sedangkan nenek Sutan Takdir Alisjahbana adalah Puti Malelo. Sedangkan Puti Johar Maligan dan Puti Malelo adalah kakak beradik, putra-putri Sutan Kabidun.

selain kedudukannya sebagai Perdana Menteri Indonesia, ia juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri. sejak kecil Sjahrir dikenal sebagai anak yang cerdas dan terpandai di sekolahnya. guru-guru dan teman-temannya mengenal Sjahrir sebagai anak yang periang, pandai bergaul dan lemah lembut. ia menyukai musik dan olahraga. Sutan Sjahrir menyadari, bahwa ia sebagai anak inlander (pribumi), kedudukannya direndahkan oleh orang-orang kulit putih. karena usianya masih muda ditambah dengan kecerdasannya yang luar biasa, ia dapat menyelesaikan sekolahnya di Universitas Leiden, di Belanda yang mengambil jurusan Hukum.

sejak usia masih sangat muda, Sjahrir sudah berpisah dengan ibunya. Pada usia 17 tahun ia harus merantau ke Bandung. Tiga tahun kemudian ia sekolah ke negeri Belanda. inilah yang menyebabkan Sjahrir “kehilangan” sentuhan ibu.

sejak masih sekolah di Algemeene Middelbare School (sekarang setingkan SMA) di Bandung, Sutan Sjahrir sudah aktif dalam berbagai perhimpunan pemuda. ia juga aktif mencari dana bagi sekolah-sekolah yang didirikannya. selain itu beliau sering meninjau desa-desa di Priangan, di Jawa Barat, dan daerah sekitar tempat kelahirannya di Padang Panjang.

selama belajar di negeri Belanda, Sjahrir tidak tinggal diam. sejak tahun 1929 - 1931, ia telah aktif dalam Organisasi Perhimpunan Indonesia, sebuah perkumpulan pelajar dan mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda. bersama-sama dengan Mohammad Hatta (wakil presiden Indonesia I), selain itu Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir ikut mendalami seluk-beluk Serikat Kerja Internasional. mereka pun ikut bekerja di International Transport Federation. di sanalah mereka bertemu dengan berbagai tokoh pemuda lainnya yang juga sedang berjuang untuk kemerdekaan negara mereka, seperti Jawaharlal Nehru. yang ketika itu sedang belajar di Inggris.

pada akhir 1931, atas permintaan Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir kembali ke Indonesia untuk mengemban sebuah tugas politik. kelak, setelah Hatta berhasi menyelesaikan pendidikannya di negeri Belanda, ia akan kembali ke Indonesia untuk memimpin Partai Nasional Indonesia (PNI). Setelah itu, Sjahrir akan kembali lagi ke Belanda untuk menyelesaikan pendidikannya yang tertunda. PNI adalah sebuah organisasi politik yang didirikan oleh para pemimpin muda waktu itu. tujuannya untuk mencapai Indonesia merdeka.

ketika Sjahrir kembali ke Indonesia, ia membawa seorang wanita Belanda, Maria Duchateau, yang kemudian menjadi istrinya. Ia ingin menunjukka kepada orang-orang Belanda yang menjajah Indonesia, bahwa bangsa Indonesia manusia juga yang sama seperti mereka. sebagai bukti, ia mampu memperistri seorang wanita Belanda. pada waktu Sutan Sjahrir dibuang, pemerintah Belanda memulangkan istri Sjahrir ke tanah airnya. mereka berpisah secara resmi pada tahun 1947 di New Delhi yang disaksikan oleh Jawaharlal Nehru yang ketika itu sudah menjadi Perdana Menteri India.

pada awal pendudukan Jepang, di Semarang, di rumah kakak Sutan Sjahrir, Puti Balkis Alisjahbana bertemu dengan Lily, anak angkat Sutan Sjahrir. kakak Sutan Sjahrir, putri Sjahrizad adalah istri Prof. Djoehana Wiradikarta. ketika itu Sutan Sjahrir beserta anak-anak angkatnya berada di Sukabumi. ditempat kediamannya selalu ramai, termasuk orang-orang muda yang dinamis, kreatif dan cerdas.

Sjahrir merupakan tokoh yang penuh dengan keberanian, ketenangan dan rasa humor. Sutan Sjahrir baru memperoleh kepuasan besar jika dapat mendahulukan kepentingan umum. nasihat-nasihat yang selalu dipompakan kepada saudara-saudaranya ialah menetapkan tujuan hidup yang pasti dan cita-cita yang harus dicapai. sebaik-baiknya tujuan ialah tujuan untuk melayani kepentingan umum.

menjelang kematiannya, Sutan Sjahrir menjalani kehidupan yang getir, setelah mengorbankan segalanya demi kemerdekaan bangsanya, ia justru disingkirkan. ia bahkan dipenjarakan dengan tuduhan berkomplot hendak melakukan kejahatan. ia dipenjarakan hingga terkena stroke beberapa kali sampai tidak mampu berbicara. ironisnya, setelah meninggal dunia, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional.

Hubungan Sutan Sjahrir dengan Natal.
Menurut Wahyunah Syahrir, suaminya sangat mengagumi ibunya. Pujian tentang ibunya sering didengar Sjahrir dari ayahnya. Ibunya berwatak teguh, tepat dalam bertindak, tidak emosional sekaligus berpandangan luas dan haus akan informasi aktual. Sjahrir pernah bercerita kepada istrinya tentang pengalamannya bersama ibunya :

    Pada waktu saya berusia enam tahun, ibu ingin pergi berjalan-jalan. Kami pergi ke Aceh dengan kereta api. Hanya saya yang ikut serta. Pemandangan alam dan keadaan penumpang di sekelilingnya menarik perhatian ibu, pada suati saat, ibu membelai rambut saya dengan lembut. Saya menjadi terharu. Kehangatan dan kelembutan ibu jarang saya rasakan. Di rumah kami banyak tinggal anak-anak. Selain saudara-saudara saya, banyak juga saudara sepupu. Rumah kami ramai dan meriah. Ibulah yang biasa mengurus rumah secara teratur.

Walau beliau tidak dilahirkan di Natal, tetapi kerap disebut-sebutnya bahwa ibunya berasal dari Natal. dan untuk mengenang ibunya, nama Siti Rabi’ah diturunkan kepada nama anak perempuannya yang lahir pada tahun 1960.

Nyonya Siti Wahyunah Sjahrir, adalah seorang Sarjana Hukum tamatan Universitas Leiden tahun 1950. ia menikah dengan Sutan Sjahrir di Cairo pada tahun 1951. semasa pendudukan Jepang sampai tahun 1945, ia bekerja sebagai guru dan kemudian bekerja di kantor Sekretariat Perdana Menteri di Jakarta sampai tahun 1947.

pada bulan Juni 1947, ia pernah ditahan di rumah tahanan sementara Belanda yang melakukan serangan militer terhadap Indonesia di Linggasana, Linggarjati, Jawa Barat. Selama dalam tahanan, ia sering mengirim berita radio ke dalam dan luar negeri yang ditujukan kepada para pejuang dan pemerintah setempat yang ketika itu mengungsi ke hutan di Gunung Ceremai (Jawa Barat).

sekitar akhir tahun 1948 hingga awal tahun 1949, pada serangan militer Belanda kedua, Ny. Sjahrir berada di Singapura untuk mengikuti berbagai kegiatan perwakilan Republik Indonesia sambil memperkenalkan perjuangan Indonesia. pada tahun 1950 ia berangkat ke Belanda, selain untuk menyelesaikan studinya, ia juga aktif mengadakan ceramah-ceramah memperkenalkan pergerakan wanita Indonesia dan peranannya dalam perjuangan nasional.

menurut penuturan Ny. Sjahrir, bila masa dinasnya sebagai politisi berakhir, Sjahrir ingin melewatkan hari tuanya di kepulauan Banda. Ia ingin menulis. Hasrat itu tidak pernah terwujud, karena kesibukannya. Baru pada tahun 1973, Ny. Wahyunah Sjahrir bersama keluarga Mohammad Hatta dan Des Alwi dapat berkunjung kesana.

setelah kembali ke Indonesia, Ny. Sjahrir berkarier di bidang hukum. Ia tetap menjaga hubungan harmonis dengan keluarga dan anak-anak angkatnya dari Belanda. ia juga tetap berhubungan erat dengan kerabat suaminya, baik yang berasal dari Sumatera Barat maupun kerabat dari Natal yang sekarang bermukim di Jakarta.**






Idham


Idham lahir di Medan pada tahun 1918. ia adalah putra dari Puti Siti Ratna Djuwita, anak Marah Palangai gelar Sutan Intan keturunan Tuanku Besar Si Intan, Raja Natal ke-7. di jaman penjajahan Belanda, Idham bekerja sebagai analis di Proefstation West Java di Bogor. sesudah Indonesia merdeka, ia bekerja di Kementerian Luar Negeri, menjabat sebagai kuasa usaha Republik Indonesia di Pakistan dari tahun 1947 sampai tahun 1950. sekembalinya ke Indonesia, ia diangkat sebagai anggota Panitia Pembelian Perlengkapan Angkatan Darat.

sejak tahun 1955, ia mendirikan perusahaan Asuransi Bintang dan Bank Niaga, menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris. Ia mempunyai dua orang adik perempuan, Siti Chadidjah Djuwita dan Siti Isnaniah.


Sultan Zainul Arifin Arbi

Lahir di Natal pada tahun 1906, Sutan Zainul Arifin Arbi adalah salah seorang anak dari Sutan Alisjahbana gelar Sutan Arbi. Saat Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Indonesia dan Belanda yang diadakan di Den Haag tahun 1949, ia bertindak sebagai penerjemah. pada tahun 1952, ia menjabat sebagai Asisten Sekretaris Parlemen (sekarang, DPR). Kemudian berhenti atas permintaan sendiri.

Prof. Sutan Zanti Arbi

Lahir di Medan pada tahun 1930. ia adalah putra dari Sutan Zainul Arifin Arbi. Ibunya bernama Incik Adnin, saudara sepupu Sutan Zainul Arifin Arbi, yang juga berasal dari Natal. Incik Adnin adalah keturunan Puti Johar Maligan. bersama-sama dengan Prof. Isrin, Prof. Sutan Zanti Arbi mereka mendirikan IKIP Padang. ia juga seorang guru besar di UNIP dan Asisten Rektor IKIP Padang. Jabatan ini disandangnya sampai ia meninggal dunia pada tahun 1991.

Dr. Ir. Nitza Arbi

Lahir di Medan pada tahun 1933. Prof. Nitza Arbi adalah adik kandung Prof. Sutan Zanti Arbi. Sejak tahun 1965, Prof. Nitza Arbi bekerja di Universitas Andalas, Padang, sebagai Dosen. pada bulan Agustus 1990, ia diangkat sebagai Rektor UNIB (Universitas Bengkulu).

Dr. Muchtar Hamzah


Dr. Muchtar Hamzah adalah putra dari Sutan Hamzah dan Siti Dewi, keturunan Tuanku Besar Sutan Salim dan Raja Hidayat dari Rumah Gadang Pangka Manggih. ia dilahirkan di Waingapu, Nusa Tenggara Timur, pada tanggal 20 Mei 1934. ketika ia berumur 5 tahun, keluarganya meninggalkan Natal menuju Jakarta. sesudah menyelesaikan pendidikan SMA di Jakarta, ia melanjutkan sekolahnya ke Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dan lulus sebagai dokter pada tahun 1961. kemudian ia bekerja sebagai asisten dosen sambil melanjutkan studinya hingga lulus sebagai sepesialis pada tahun 1964. oleh Pemerintah ia pernah ditugaskan ke Bali dan Irian Barat.

Dr. Muchtar Hamzah menikah dengan Ayu Agung Rayati dari Cirebon, beliau dikaruniai empat orang putri. pada tahun 1971, ia diangkat sebagai kepala Bagian sampai tahun 1980. lalu menjabat sebagai Ketua Program Studi, mengajar di Universitas Indonesia, Universitas Yasri juga berdinas di Rumah Sakit Cipto serta Rumah Sakit Kanker Darmais.


Sutan Bachtiar Hamzah

Sutan Bachtiar Hamzah lahir pada tanggal 26 Februari 1926 di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Ia adalah putra dari Sutan Hamzah dan ibu Siti Dewi, keturunan Tuanku Besar Sutan Salim dan Raja Hidayat. ia adalah saudara kandung Dr. Muchtar Hamzah. ayahnya menjabat sebagai Jaksa di Waingapu dari tahun 1914 sampai 1937.

Sutan Bachtiar adalah karyawan Pegawai Negeri Sipil DKI. Pada tahun 1976, ia diangkat sebagai kepala Kependudukan DKI Jakarta sampai memasuki pensiun, tahun 1982. pada tahun 1973, Gubernur DKI menugaskannya ke Belanda, Inggris, Prancis, Belgia, Hongkong dan Muangtai dalam rangka mempelajari komputerisasi kependudukan dan mengadakan studi perbandingan. walaupun sudah pensiun, pada tahun 1985, ia dipekerjakan kembali sebagai staf ahli Wakil Gubernur DKI bidang Ekonomi dan Keuangan. ia ditugaskan pada Badan Kerja Sama Antar Kota Seluruh Indonesia (BKSAKSI), yang merupakan wadah / media koordinasi konsultatif serta jembatan pembawa aspirasi kota yang bertujuan mengatasi masalah perkotaan, yang diketuai oleh Gubernur Kepala Daerah Ibukota Jakarta.

Sutan Bachtiar menikah dengan Ina Sastradijaya dari Banten dan dikaruniai tiga orang putra dan seorang putri.

Masih banyak riwayat kehidupan Tokoh-tokoh Budaya yang menonjol, namun karena keterbatasan yang ada, maka hal ini belum sempat tertuangkan disini.**


Hikayat-Tokoh-Budaya" pada blog ini diambil dari <Reyz_blog> sebagian besar menyadur tulisan dari Puti Balkis Alisjahbana.

Tuesday 21 January 2014

HUKUM ADAT

Hukum Adat




Pasal berikut
Alkissah tersebut dalam curayan paparan Ahli Adat masa terbagi atas tiga bagian :
  1. Masa yang telah lalu
  2. Masa sekarang
  3. Masa yang akan Datang
Adapun masa yang telah lalu yaitu :
Masa pengalaman, masa penjelasan dan masa kenang2an.
Adapun masa sekarang, Yaitu :
Masa menimbang dan masa menanti dan masa bekerja.
Adapun masa yang akan datang, itulah masa pengharapan  dan masa memenuhi janji.

Ketiga masa itu diliputi oleh peraturan2 allah yang didatangkan ke tangan manusia. Peraturan alllah tidak dapat dilawan dan dihalangi.

Perobahanan Alam dengan kehendak allah, mau tak mau harus dituruti. Manusia wajib berdaya upaya menurut perubahan itu supaya dirinya selamat, kaum dan family, kampung dan Negeri.

Apabila perubahan itu tidak berpokok pada Adat dan Agama, tidak pula menurut alam dengan patut, jaman dimasa itulah satu masa Negeri akan rusak, rakyat terjauh dari kemakmuran dan kesejahteraan.

Peraturan yang mengelilingi manusia ada 2(dua) macam :

  1. Percaya kepada Adat dan Agama, serta undang-undang Negeri dalam zaman dan masanya.
  2. Peraturan suka hidup bersama.
Apabila peraturan ini tidak dipakai, hilanglah " Perikemanusiaan ".

Dialam Minangkabau zaman purbakala sebelum datang Agama Islam, mereka beragama " Animisme ". Yaitu mempercayai benda seperti batu dan kayu. Kemudian daripada itu masuk Agama Hindu hampir2 serupa jalanya. Kemudian dari pada itu masuk pula Agama Islam.
Mulai dari pantai Ulakan, mendaki ke Luhak Nan Tigo, Lareh Nan Duo, menghilir ke rantau pesisirnya hinga sampai ke Negeri " Indrapura".
Pada masa Agama Islam sudah berkembang, Adat Bodi Caniago susunan Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Adat Koto Piliang peraturan Datuk Ketumanggungan, masih terpakai keduanya. Kalau duduk dibalai-balai Adat,membicarakan suatu persoalan atau persengketaan, maka duduklah Raja dan Penghulu serta orang berjenis dalam Adat seperti :
  • Alim-Ulama       : Seluruh Bendang dalam Negari ( Seluruh Bendang Adat ).
  • Cerdik Pandai    : Alam Adat.
  • Kaum Saudagar : Peti Adat.
Dalam Permusawaratan, jika selisih paham, maka Rajalah yang memberi keputusan, itulah Nama Adat : Bodi Caniago Langgam Koto Piliang Negeri2 yang dialam Minangkabau, teraturlah Negeri masing2 dengan Adat yang berpokok dari BODI CANIAGO dan KOTO PILIANG.

Adat terbagi empat, Cupak terbagi dua, Koto terbagi tiga :
Adat yang empat yaitu :
  1. Adat yang sebenar Adat, ialah : Iradat Allah yang berlaku kepada Alam.
  2. Adat istiadat, ialah : Kebiasaan yang diperdapat dengan mufakat.
  3. Adat dalam ter-adat ialah : Peraturan yang diambil dengan kata Mufakat, lama2 menjadi lazim terpakai dalam Negeri. Itulah yang disebutkan Adat yang Kawi.
  4. Adat yang diadatkan, Ialah : Peraturan dijadikan seketika, kalau dirasakan tidak baik, peraturan itu dihapuskan. Tapi, memperbuat dan menghilangkannya dengan mufakat.
Cupak yang dua ialah :
  1. Cupak Asli
  2. Cupak Buatan.
Yang bernama Cupak asli yaitu : Peraturan yang pokok, tatkala sumur digali, air diminum, ranting dipatah. Artinya tatkala Negeri baru ditunggu.
Yang bernama Cupak Buatan yaitu : Peraturan yang disebut dalam Adat teradat seperti diatas cupak buatan ini boleh berobah, menurut zaman dan masanya. Cupak Buatan ini tidak boleh berjalan sendiri, melainkan berpokok pada cupak asli.

Kata yang tiga yaitu :
  1. Kata dahulu, kata berdapati.
  2. Kata kemudian, kata merobahi
  3. Kata Penghulu, kata menyelesai.
Kata Adat ini tidak dipakai, hilanglah keamanan negeri, rusaklah kemakmuran Rakyat.

Wednesday 15 January 2014

Kissah dan Sejarah Kerajaan Air Pura Indrapura

http://kerajaanairpura.blogspot.com
 

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Sengaja saya susun ringkasan sejarah ini yang mana isinya saya salin dari tulisan Alm. Sutan Arbi dari keturunan Regen Inderapura dan dilengkapi dengan salinan dari tulisan Alm. Sutan Iradat ahli waris syah dari alm. Tuangku Regen Inderapura.


Kerajaan Air Pura Indrapura 

A. BATAS WILAYAH

Batas wilayah kerajaan Air pura Yang secara resmi diumumkan kedunia Internasional sewaktu menerima delegasi Diplomatik Kerajaan Malaka Tahun 1550 adalah sebagai berikut :
  • Utara      : Sekilang air bangis (berbatasan dengan kerajaan Batang toru).
  • Selatan   : Muara Ketahun (berbatasan dengan Kerajaan Air Hitam Bengkulu)
  • Barat      : Lautan lepas (Samudera Indonesia)
  • Timur     : Gunung berpuncak ( Gn. Kerinci ) Durian Takuk Rajo, Nibuang
                        Balantak, Mudik salingkaran, Tanjung Samaladu. 

B. HISTORY
Kerajaan Air Pura mulai di bangun dalam abad ke XII (tahun yang pasti tidak ada catatan).
Sebagai Raja I ialah seorang pendatang bernama : Sri Sultan Zattullah ibnu Sri Sultan Zulkarnain, kakak kandung dari Sri Sultan Hidayatullah, Raja Rum Timur.
Mula pertama, Kerajaan Air pura terdiri dari tiga kampung yaitu :  
  1. Teluk Air Pura
  2.  Muara Campo
  3.  Air Puding
Nama kerajaan Air Pura , diberikan oleh Raja I, Sri Sultan Zattullah, karena berdasarkan pusaka kerajaan berupa batu-batu mustika yang didapat dari dalam " Pura " (kantong/dalam air yang jernih).

Kerajaan Air Pura terletak di muara sungai mempunyai tanah yang datar lagi subur, airnya jernih, ikannya banyak. Mempunyai panorama yang indah, terlihat Gunung Kerinci dan Gunung Patah sembilan yang menjulang tinggi dan berderetan Bukit Barisan nanpermai dan menghijau.
Kerajaan di perintah dengan undang-undang berbunyi " Mati di bangun, luko di papek " berarti utang nyawa di bayar dengan nyawa, utang harta dibayar dengan harta, tangan mencencang bahu memilkul ".
Semasa pemerintahan Sri Sultan Zattullah ini datang ke Indrapura tiga orang anak adik beliau, Sri Sultan Hidayatullah, Raja Rum Timur :

  1. Maha Raja Alif
  2. Maha Raja Depang
  3. Sri Maha Raja Diraja.
Sri Maha Raja Diraja inilah yang kemudian mendirikan kerajaan Minangkabau. beliau dibantu oleh seorang penasehat kerajaan bernama Conokio ( bekas seorang Raja Hindu) kemudian bergelar Datuk Sri Diraja. Datuk Sri Diraja bermukim di bukit GOMBAK BATUSANGKAR. Berkawin dengan Putri Bunga Alam dikenal dengan nama Putri Bunga setangkai. Dari perkawinan ini mereka mempunyai 2 orang anak yaitu :
  1. Datuk Ketumanggungan
  2. Putri Djamilan.
Kemudian Putri Bunga Setangkai kawin lagi dengan Tuangku Sri Sultn Muhammadsyah anak Raja Air Pura dan mendapat seorang anak yang bernama Datuk Pinang Sebatang.
Sultan Zatullah kawin dengan Putri Gondolayu mempunyai dua orang anak yaitu :
  1. Sri Sultan Muhammadsyah
  2. Sri Sultan Firmansyah.
Putra pertama pergi ke Minangkabau dan kawin dengan janda Putri Bunga Setangkai dan Putra kedua menjadi Raja di Air Pura.
Pada Tahun 1350 terjadi hura hura dikerajaan Minangkabau yaitu kerajaan diserang oleh Raja Tiang Bungkuk, Raja Negeri TAMIAI. maka mengungsilah para pembesar kerajaan Minangkabau ke negeri asalnya di Air pura, mereka adalah Bundo Kandung.

Dang Tuangku dan istrinya Putri Bungsu (Putri Kemalasari), Cindur Mato, beserta Balanan IV Balai.
Pada waktu itu yang menjadi Raja di Air Pura ialah Sri Sultan Baridinsyah oleh Sultan para pengungsi dari Minangkabau ditempatkan :

  1. Bundo Kandung di istana LUNANG SIRA kemudian beliau menukar nama menjadi Mande Rubiah, beliau bermakam disini. Harta benda Kerajaan Minangkabau juga ditempatkan di Istana ini.
  2. Dang Tuangku dan Putri Bungsu ditempatkan diistana kerajaan Air Pura, Dang Tuangku pernah memerintah di Air Pura selama 3 tahun ( 1520-1524 ) sebagai pengganti Raja Baridinsyah yang telah wafat, karena penggantinya adik beliau Sultan Usmansyah sedang pergi ke Tanah Taroja untuk mengantar istri beliau. Dang Tuangku dan Putri Bungsu bermakam di Gunung Selasih Batang Kapas.
  3. Cindur Mato ditempatkan di istana GANDOLAYU di Air Pura.
  4. Datuk Makhudum dan Indomo ditempatkan di Tapan
  5. Tuangku Sumpur Kudus beristri dan menetap di Air Pura.   
  6. Rajo Seruaso kawin dan menetap di Air Pura dan anak beliau kemudian menjadi Raja di Muko-muko.
Sultan Usmansyah bergelar Sri Sultan Firmansyah kawin dengan Putri Syaiful Alam Raja Tanah Toraja bernama Putri Ranik jintan. Mereka mempunyai anak bernama Arung Masuba bergelar Sultan Muhammadsyah dan terkenal dengan nama Tuangku Berdarah Putih. Selam pemerintahan Sultan Firmansyah ( 1534-1556 ) undang-undang di sempurnakan dan berbunyi :
  • Berjalan Siganjul Luluh, Bersendi Sarak
  • Pado Pai Suruik Nan Labih
  • Alu Taturung Patah Tigo
  • Samuik Tapijak Indak Mati.
Hukum berdasarkan syarak dan kitabbulah, diperlakukan Yuris prodensi bagi melanggar Hukum di hukum dengan berat dan rakyat kecil merasa terlindung.
Kemudian disusun Birokrasi pemerintahan dengan mentri XX yaitu :
 VI   di hulu dengan lambang ikat daster merah
 VI   dihilir dengan lambang ikat daster hitam
VIII   ditengah dengan lambang ikat daster kuning
Keduapuluh mentri ini dikepalai oleh seorang Mangkubumi, undang-undang ini kemudian disempurnakan lagi dalam tahun 1640, semasa pemerintahan Sri Sultan Inayatullah dengan undang-undang XX yang berbunyi :
  • Samun-Saka, Cilok- maling 
  • Kicang- kicuh, Umbuk-umbai
  • Tipu- tepok, Tikam- bunuh
  • Upas- racun, Sumbang- salah 
  • Dago dagi, dan Asung- asut.
Semasa Sultan Muhammad Djaya Karma (1818-1840) telah di bangun sawah yang ada di Indrapura sekarang. Pada tahun 1840 dibangun mesjid Agung Indrapura yang sekarang. Raja indrapura yang terakhir ialah Sultan Muhammad Bakhi Bergelar Sri Sultan Firmansyah atau dikenal dengan nama Tuangku Balindung tahun (1860-1890.)

Hubungan Diplomatik Internasional

http://kerajaanairpura.blogspot.com
C.HUBUNGAN DIPLOMATIK INTERNASIONAL


Pada abad XII Raja mengirm utusan ke negeri Cina yaitu Sri Maha Raja Depang tahun 1550 menerima utusan dari Negeri Malaka dan mengirim utusan ke Malaka sebanyak 9 orang diantaranya bernama :
  1. Tuangku Arifinsyah kemudian menetap di Trenggano
  2. Tansri Abdul Kadir menetap di Patani Kedah
  3. Tan Sri Maha Raja Besar menetap di Johor.
Tahun 1568 saudara sebapak dengan Sultan Usmansyah bernam Putri Ambun Sarifah kawin dengan Sultan Banten, Sultan Hasanudin. Kurang lebih 1630 Putri Gumala Intan anak Raja Sri Sultan Malapersyah kawin dengan Sultan Ibrahim Raja Aceh. Tahun 1663 mulai ada hubungan dagang dengan VOC karena mereka membuka Loji di pulai Cingkuk Painan.getbox! Not seeing a widget? (More info)






D.AKHIR KERAJAAN INDRAPURA





http://kerajaanairpura.blogspot.com
Kerajaan Indrapura merupakan kerajaan yang paling besar dan terkaya di pesisir Sumatera Barat. wilayahnya luas membentang ke utara sampai Padang dan ke selatan sampai ke sungai Hurai. lada adalah hasil terpenting dan terbesar yang menjadi sumber kekayaan dan kejayaan Indrapura. namun karena lada pulalah kerajaan Indrapura hancur dan tak sanggup lagi berdiri. secara resmi kerajaan Indrapura merupakan bagian dari kerajaan Minangkabau, namun kenyataannya kerajaan ini berdiri sendiri dan tidak mempunyai ikatan apa pun dengan kerajaan minangkabau.
disamping Belanda dan Aceh, Inggris juga mempunyai minat besar terhadap penguasaan perdagangan di Indrapura. sekitar tahun 1625 -  1630, orang Aceh sampai Indrapura dan menempatkan seorang wakilnya disana, meskipun begitu Aceh tidak membahayakan kemakmuran Indrapura. setelah Inggris mulai tergusur dari kerajaan Banten dan mengalihkan perhatiannya ke Bengkulu dan daerah sekitarnya, termasuklah kerajaan Indrapura yang letaknya tidak jauh dari Muko-muko. juga kedatangan Belanda yang juga ingin menguasai perdagangan lada di Indrapura yang akhirnya membuat kerajaan Indrapura terjepit antara kepentingan Aceh, Belanda dan Inggris. ketiganya berebut untuk menamamkan pengaruh untuk monopoli lada.

Sewaktu itu, pada tahun 1663, VOC (Vereenigde Oost indische Compagnie) / Perserikatan Perusahaan Hindia Timur untuk aktivitas perdagangan di Asia) berhasil menandatangani Perjanjian Kolektif I dengan kota-kota pantai terpenting di Sumatera Barat yang dikenal dengan Perjanjian Painan, sehingga secara implisit mereka mengakui kekuasaan VOC. dengan begitu VOCberhasil menancapkan kekuasaannya di Sumatera Barat. saat itu Indrapura diperintah oleh Sultan Muhammadsjah. menurut anggapan orang-orang belanda, sultan ini tidak cerdas, karena masih sangat muda. sultan Mohammadsjah diwakili oleh ayahnya sultan Malfarsjah yang bertindak sebagai wali untuk memimpin kerajaan. sayangnya, sultan Malfarsjah sangat ambisius dan sering bertindak melampaui wewenangnya hingga rakyat tidak menyenanginya.

Di daerah Manjuto yang terletak di sebelah selatan Indrapura, berkuasa saudara sepupu sultan Mohammadsjah yang bernama Raja Adil. ia didudukkan disana sebagai wali dari Indrapura. Raja Adil menentang tindakan sultan Malfarsjah yang sewenang-wenang, sampai akhirnya terjadi perang saudara. karena terdesak, sultan Malfarsjah meminta bantuan Belanda di Salido dengan imbalan akan mengirim seluruh lada dan emas kepada Belanda asalkan Raja Adil dapat diusir dari Manjuto. sebaliknya Raja Adil juga mendapat bantuan dari wakil Aceh yang ada di Indrapura, namun Raja Adil berhasil ditangkap dan diusir keluar dari daerah Manjuto, tetapi peristiwa itu hanya sementara dan Raja Adil berhasil kembali ke kerajaannya lagi, karena ia sangat dicintai oleh rakyatnya.

Begitu Raja Adil kembali ke Manjuto, kedudukan sultan Malfarsjah goncang, dan Raja Adil mendapat dukungan dari beberapa kota di sekitarnya. perlawanan Raja Adil terhadap VOC kembali dilanjutkan dan semakin menjadi-jadi. beberapa kali pasukan Belanda berhasil dihancurkan. ini merupakan kekalahan tentara VOC pertama di Sumatera Barat. akhirnya VOC berfikir untuk mendekati kedua pihak penguasa yang berdampingan tersebut dan berhasil mendamaikannya. sultan Mohammadsjah kembali menjadi raja di Indrapura dan Raja Adil juga didudukkan kembali sebagai raja di manjuto, dengan syarat ia harus mengirim dan menjual lada dari daerahnya kepada VOC. tetapi Raja Adil mengingkari perjanjian tersebut, ia malah mengirim ladanya ke Banten yang waktu itu dibawah monopoli Inggris.

Pada tahun 1680, VOC berhasil menandatangani perjanjian dengan kota-kota di pantai barat pulau Sumatera yang meliputi daerah Ketaun hingga Air Bangis. pada saat itu pula Inggris juga mulai menanamkan pengaruhnya di Indrapura. Sultan Mohammadsjah menandatangani kontrak perdagangan dengan EIC (east Indian Company) yaitu pusat perdagangan Inggris di Timur. yang mengharuskan Indrapura menyerahkan monopoli perdagangan lada kepada Inggris, musuh lamanya. Raja Adil juga menandatangani perjanjian dengan IEC. akibatnya VOC yang berkedudukan di Padang menjadi marah besar. untuk kembali menguasai monopoli perdagangan, Belanda menggunakan siasat devide et impera (politik pecah belah) yang menyebabkan pemberontakan terhadap sultan Indrapura, dan IEC pun tergusur, kemudian Indrapura dimonopoli oleh Belanda.

Sekitar abad ke - 17 harga lada turun, dan untuk mempertahankan kestabilan harga, Belanda menghancurkan sebagian besar kebun lada di Indrapura dengan cara membakarnya. akibatnya perekonomian kerajaan Indrapura ikut hancur dan akhirnya pemerintahan Indrapura menjadi lumpuh. dan pada tahun 1824 berakhirlah kerajaan Indrapura. pada tahun 1825 Belanda mengangkat Marah Yahya sebagai Tuanku Regen Indrapura dengan nama Achmadsjah. di Muko-muko, Inggris mengangkat seorang Regen yang setia. tahun 1911 Regen terakhir di Indrapura dipensuinkan dan tidak ada lagi penggantinya.*>

Sejarah Pertalian Alam Kerinci Dengan Indrapura

http://kerajaanairpura.blogspot.com

 SEJARAH PERTALIAN ALAM KRINCI DENGAN INDRAPURA


Alkisah pada tahun 1560 Hajrad Almasih yang Kerajaan di indrapura Sultan Gagal Alamsyah yang disebut Tuangku Sultan Darah Putih yang bermakam di Palokan Hilir.
Maka semasa itu Negeri Indrapura belum bernama Indrapura, masih bernama" Teluk Dayo Puro" tempatnya negeri itu bukan ditempat Indrapura sekarang yaitu  seberang Batang Air Betang yang sekarang kampung2nya seperti yang tersebut di bawah ini.
  1. Kampung Telok Air Puro, tempatnya di Pulau Puti sekarang.
  2. Palokan Hilir  disinilah almarhum ini bermakam, disebut Gobah Palokan Hilir, sedang kuburan beliau sekarang masih di bersihkan juga.
  3. Palokan Tinggi.
  4. Canago jenggi.
  5. Kampung Pinang tempatnya di seberang Tanjung Batang Kapas sekarang.
  6. Kampung Pinang tempatnya diseberang kampung Hulu sekarang.
  7. Lubuk Kudo Terjun tempatnya diseberang Geti sekarang
  8. kampung Kelapo Serumpun, tempatnya di seberang Kampung Hilalang sekarang.
  9. Lubuk Durian, tempatnya di seberang Lubuk Koto Pandan sekarang
  10. Lubuk Kayu Aro, tempatnya di Lubuk Ubai disinilah bermakam Sultan Firmansyah  yang anak beliau bernama Sultan Bangun yang menjadi Raja di Muko-muko dengan pemintaan perwalian (penghulu), Karangso 60. Beliau inilah mula-mula kerajaan muko-muko yang Bergelar Sultan Takdir Chalifatullah.
  11. Batu Batakup,tempatnya kira2 5km di Mudik Lubuk Ubai sekarang.

Negeri Teluk Dayo Puro dan kampung2 yang tersebut diatas ini hidup rakyatnya berladang padi, sebab tempatnya di ketinggian jadi tidak bisa air mengalir dari Kepala Bandarnya.
Maka pada tahun 1700, zaman kerajaan Sultan yang bernama Sultan Usman bergelar Sultan Muhammadsyah yang disebut sekarang Tuangku Pulang Dari Jao,  bermakam beliau di Gobah TANIKEK di belakang simpang jalan Kampung Hulu di belakang Dusunak BUJANG SEBELAS.
Almarhum inilah yang memindahkan Negeri yang di seberang ke Negeri yang yang sekarang. Banyak terdapat sawah2 dan menukar nama menjadi Teluk Dayo Puro dengan nama Indrapura.

KEMBALI LAGI MEMPERKATAKAN PERTALIAN DENGAN ALAM KERINCI
       
Alkisah, maka tersebutlah zaman  Sultan Gagal Alamsyah (Tuangku Berdarah Putih) yang tersebut diatas. Beliau ini anak Bujang Cindur Mato dengan istri beliau  bernam Putri Reno Bulan Negeri bernama Ranah Sikalawi Rantau bernama Tanjung Suangai Ngiang.

Setelah beliau ini menjalani BUGIS-MAKASAR-JAWA dan BANTAM. Mencari ayah beliau Bujang Kecinduan, tidak bertemu, maka kemudian beliau berjalan meniti pasir nan panjang, maka beliau berhenti di sebuah sungai yang airnya mengalir ke laut, sungai itu bernama sungai air KAMBAHANG.

Setelah melihat pohon pisang hanyut dari hulu, maka sangka beliau pasti ada orang dimudik maka sungai Kambahang itu beliau tebat (ampang) denngan telapak kaki, dengan takdir Allah air tidak mengalir sedikitpun juga ke hilir sehinga melimpah sampai kehulunya.
Dihulu sungai tersebut ada satu kampung bernama TAREH TARUNJAM yang menjadi kepalanya sang Depati Laut Tawa berasal dari Gersik (Jawa) setelah dilihatnya air memenuh tidak mengalir lagi hati panas seperti Harimau mau menerkam ia terjun ke air, menyelam terus kehilir hingga tertumbuk dengan telapak kaki beliau Sultan Gagal Alamsyah maka keduanya menghardik menghantam tanah maka Sultan Gagal Alamsyah menyebut nama Ayahanda dan Bundanya serta namanya sendiri.
Setelah diketahui oleh sang Depati Laut Tawa, maka duapun sujud menyembah dengan katanya " Ampunkan hamba Daulat Tuanku karena hamba tidak mengira yang menahan air ini tidak sembarang orang, hanya cucu Allah Khalifah Nabi Zuriat Alam Minagkabau, anak Bujang Cindur Mato Kacinduan Bundo Kandung Semarak Tanjung Bungo, Mustika Pagar Ruyung.

Maka Sultan Gagal Alamsyah gelak tersenyum sambil berkata pada sang Depati Laut Tawa "sebap aku datang kemari " Pertama : mencari Ayahku yang disebut tadi sambil membawa air satu botol dari Bundaku dengan beramanat dimana air yang sama berat dengan air yang sebotol ini disitu Ayahku Kecinduan nan bernama cindurmato. maka sang Depati Laut Tawa menyembah " Kalau begitu tuanku marilah kita timbang air sungai Kambahang ini satu botol dengan air yang  tuanku bawa ini mudah-mudahan yang mulia Ayahanda Tuanku ada dinegeri yang berdekatan dengan negeri kita ini. Maka ditimbanglah air itu maka kurang sedikit dari pada air yang dibawa Tuanku Gagal Alamsyah.
Maka beliau berkata kepada sang Depati Laut Tawa " Menurut amanat ibuku tidak berapa jauh lagi tempat Ayahku " beliau menyambung bicara lagi " Kalau sebenarnya Sang Depati Laut Tawa  Kasih kepadaku kita bersama pergi ke teluk Dayo Puro karena itulah negeri belahan Ayahku, maka sungai Kambahang ini kita tukar namanya dengan " Air Dikit " maka sampai sekarang tidak berobah.

Putus bicara, Bulat mufakat maka keduanya berangkat ke Teluk Dayo Puro. Sultan Gagal Alamsyah berkuda Buaya Kumbang, sang Depati Laut Tawa berkuda Harimau Kumbang, Tidak lama perjalanan maka sampailah di Teluk Dayo Puro tinggal dirumah Rajo Melayu dengan pendek perkataan setelah diketahui oleh besar dan penghulu menteri dan hulu balang, seluruh rakyat Teluk Dayo Puro maka Sultan Gagal Alamsyah diperistrikan dengan Putri Siak, sedang semasa itu yang menjadi Raja di Teluk Dayo puro, Kanawaris laki-laki putus maka Putri inilah dinobatkan menjadi Sultan di Teluk Dayo Puro.
Setelah beliau bersuami dengan Sultan Gagal Alamsyah maka pemerintahan Negeri diserahkan kepada suami beliau. tidak berapa lama Sultan Gagal Alamsyah memerintah Negeri, maka kampung dalam dipindahkan ke Palokan yang disebut sekarang Palokan Hilir disinilah beliau bermakam kedua suami istri yang diterangkan diatas'

Hatta Maka Negeri Serta jajahan thalukanya sebagai berikut:
  1. Sikilang Air Bangis, Tiku Tiagan Sasak Beringin, Piaman Sungai Simau, Pauh Padang Koto Tengah, Bandar sepuluh Raja2 nan empat kedudukan inilah takhluknya disebelah utara.
  2. Disebelah selatan teratak Air Hitam, Rejang Empat pulai, Sebelat, Ipu, Bantal Muko2.
Maka pada masa itu seluruh rakyat dalam Negeri2 tersebut bersenang hati karena Rajanya adil Pemurah lagi pengasih.

Alkissah maka pada zaman itulah Kerinci bertali dengan Teluk Dayo Puro.
Maka pada suatu hari Sri Sultan Gagal Alamsyah duduk dibalai2 Penghadapan, menghadap wajir Menteri XX maka datanglah Datuk Permai Duaso dari Negeri Dusun Tepan yang disebut sekarang Negeri Tapan, membawa dua orang laki2 datang dari Gunung Barisan maksudnya hendak menghadap Sultan.
Setelah sampai di balai Penghadapan maka orang yang tersebut menerangkan bahwa dia bernama : Raja Berkilat, seorang lagi Raja Bengawe nama Negerinya Kerinci terletak dilingkungan Gunung.

Maka sembah Raja Berkilat, maksud kami menghadap Sultan disuruh oleh Raja kami bernama Raja Muda Panjar Zat keturunan anak cucu Datuk Berpatih Nan sebatang di Alam Minangkabau bermasud hendak mempertalikan Alam Kerinci dengan Kerajaan Teluk Dayo Puro, maka Raja Berkilat dan Raja Bengawe, kedua saudara itu disuruh kembali ke Kerinci dan Sultan menyuruh seorang penghulunya yang bergelar Datuk Permai Duaso Kaganti Diri. Sultan ber-handai2 mencari rundingan supaya Raja Panjar Zat mengaku berdaulat keTeluk Dayo puro.
Maka atas kebijakan Datuk permai Duaso maka dapatlah Raja Panjar Zat ditawanya dengan bicara sehinga Raja Panjar Zat mengaku berdaulat ke Teluk Dayo Puro sampai kepada anak cucunya.
Hatta pada ketika suatu hari, Sri Sultan Gagal Alamsyah (Tuangku Berdarah Putih) bertiah pada hulu Balang yang bernama Manja Ranji serta Datuk Permai Duaso Pergi ke Alam Kerinci kepada Raja Muda Panjar Zat mengatakan :
" Sri Sultan serta pengiring2nya mendaki dari Teluk Dayo Puro kebukit Paninjau Laut yaitu dihulu Negeri Selaut sekarang " minta kepada Raja Muda Panjar Zat serta pembesar-pembesarnya datang kebukit Paninjau Laut dan mintak dibawa Pangeran Tumanggung Raja di Negeri Pasumai ( Negeri Bangko sekarang).

Sumpah Bukit Paninjau Laut

Syahdan maka pada ketika yang baik maka bertemulah mereka itu diatas gunung Bukit Paninjau Laut, maka diperbuat oleh Rakyat kedua belah pihak tempat berbicara Baberong panjang dua belas hito dipotong kerbau tengah dua di kacau darah dimakan daging ditanam tanduk Bersumpah bersetia sedalam bumi setinggi langit, adapun isi sumpah dikarang oleh Pangeran Tumanggung dan bunyi sumpah itu :

" Raja tiga bersaudara "
  1.  Sultan Kerajaan Teluk Dayo Puro, sampai pada Ahli warisnya.
  2.  Pangeran Tumanggung Muara Pasumai sampai pada Ahli warisnya.
  3.  Raja Muda Panjar Zat sampai pada Ahli warisnya.
'' Mengaku ketiganya bersaudara, tolong menolong dalam suatu bahaya Negeri, siapa munkar terus pada Ahli warisnya, dikutuk Kawi Alam Minangkabau dilaknat Daulat Paga Ruyung seperti kayu sebatang ditengah tabek, keatas tidak berpucuk kebawah tidak berurat ditengah digigit kumbang- Negeri rusak Kampung binasa "

Setelah sumpah dikarang demikian maka Raja Muda Panjar Zat berkata. Katanya :

" Aku bersumpah dalam hatiku sehinga Alam Kerinci masih ditunggu manusia" Aku mesti bertahluk kepada Sultan Kerajaan Teluk Dayo Puro sampai pada Waris2ku"

Setelah Sultan mendengar demikian maka Sultan bertitah :

Saya berbesar hati mendengar Raja Muda Panjar Zat maka sekarang saya menyatakan :
 "Laut yang berdebur pasir yang panjang kepunyaan Raja Muda Panjar Zat dengan Depati IV Pemangku V" mendengar titah demikian maka Raja Muda Panjar Zat dengan Depati2nya (orang2 besarnya) menyembah serta mengatakan demikian : " Limpah Kemurahan Daulat Sultan kami junjung diatas kepala, maka sekarang kami nyatakan pula atas nama nenek moyang kami Datuk Perpatih Nan Sebatang.
Gunung yang melintang, Rimba yang dalam serta hasil yang didalamnya seperti : Tambang Gading gajah, Sungu Badak, Nila Mustika menjadi Sultan Trluk Dayo Puro sampai pada Ahliwarisnya '' maka dikuncilah dengan sumpah meminum air keris kerajaan Teluk Dayo Puro. Sekarang keris itu masih disimpan.

 Bunyi Sumpah :
"Laut yang berdebur, Laut Depati IV Raja Muda Panjar Zat '' Gunung yang melintang Gunung yang dipertuan. Musuh di laut Tarakan dari Gunung, Bedil meletus pedang terhunus melangar Negri sama2 dipertahankan.
Rakyat Kerinci Rakyat Daulat yang dipertuan, Rakyat Teluk Dayo puro, Kaum kerabat Raja Muda Panjar Zat  sanak kemenakan Depati IV Pemangku V  siapa yang merubah persumpahan ini kedua belah pihak habis dimakan kawi Alam Minangkabau yang tersebut diatas
.


Setelah bersumpah, maka dinyatakan dengan Uang, Uang sekeping dibagi tiga.   Sekeping sepertiga dibawa ke Teluk Dayo puro, sepertiga dibawa ke Tanjung Muara Pasumai, sepertiga tinggal di Alam Kerinci,Kerinci rendah dan Kerinci Tinggi.
- Kepeng sekeping yang dibawa ke Tanjung Muara Pasumai, dinamakan TALITI.
- Kepeng sekeping yang dibawa ke Teluk Dayo Puro dinamakan ADAT.
- Kepeng sekeping yang tinggal di Kerinci dinamakan SKO.

     Pepatah Adat mengatakan :
     " ADAT menurun- TALITI mendatar- SKO berjuang tiap hari"

Pepetah Adat ini bagi Rakyat Kerinci masih terpakai :

  1. Sebelum Kerinci dapat oleh Belanda, Rakyat berjuang Berperang-perangan Awak  samo Awak
  2. Setelah Alam Kerinci dapat oleh Belanda Rakyat berjuang setiap hari dalam Lapangan :
  • Usaha hidup berkebun dan bersawah, sehingga kopi beras dan lain2 sebagainya keluar dari Kerinci sehinga dagang dari Pesisir di himpun di Alam Kerinci mencari nafkah hidupnya.
  • Berusaha menuntut Ilmu Pengetahuan sehingga anak2 Kerinci sudah ada berpangkat Wedana dan Asisten Wedana, sehingga sudah ada yang berpangkat Kolonel dan Militer N.T.C
    Tetapi Negeri yang dua, satu Negeri Tanjung Muaro Pasumai ( Bangko ) sekarang, dua Negeri Teluk Dayo Puro yang bernama Indrapura sekarang Rakyatnya ketingalan dari Rakyat Kerinci, baik dalam Pendidikan maupun dalam Ekonomi dan dalam kegiatan kemasyarakatan.

Kembali memperkatakan Permusawaratan di Bukit Paninjau Laut setelah bersumpah disana seperti telah disebut diatas,maka Sri Sultan Gagal Alamsyah mendaki ke Kerinci dan berserta Pangeran Tumanggung dan Raja Muda Panjar Zat, setelah sampai di Alam Kerinci maka diaturlah aturan ini.
  1. Dusun Tamiai yaitu menjadi ibu Negeri, yang menjadi Depati bergelar, Depati Muara Lengkep.
  2. Pulau Sangkar jadi ibu Negerinya, Depatinya bergelar Rencong Telang.
  3. Pangasi nama Ibu Negerinya, nama Depatinya Biang Sari.
  4. Dusun Hiang nama ibu Negerinya, Depatinya bergelar Atur Bumi.
Itulah yang disebut Depati Empat (IV) satu orang Pemangkunya ditanah Palilit, Palinkar Sarannagung Tanjung Batu, Jujun, Pulau Tengah, Lolo dan Lumpur.
Dan diatur lagi kalau Pangeran Tanjung Muaro Pasumai nan Bergelar Pangeran Tumanggung, datang ke Alam Kerinci maka Sarannagung menjadi kampung dalamnya dan disitulah dia beristirahat selama di Alam Kerinci.

Sultan Gagal Alamsyah mengatur lagi delapan Mendepo dan berpusat di Dusun Rawang seperti tersebut dibawah ini :
  1. Mendepo Seleman
  2. Mendepo Penawa
  3. Tanah Kampung
  4. Mendepo Tanah Rawang
    Itulah yang disebut tiga di Hilir empat dengan Tanah Rawang.
    Kemudian Sultan menyusun lagi seperti  :
  1. Dusun Semurup.
  2. Dusun Kemantan.
  3. Dusun Depati Tujuh (VII)
  4. Dusun Tanah Rawang.
    Itulah yang disebut tiga dimudik empat dengan tanah Rawang, berjumlah tujuh Mendepo delapan dengan tanah Pegawai Jenang, Pegawai Raja Tanah Minang Suka Beraja yaitu :
Sungai Penuh sekarang, Dusun Rawang dijadikan kampung dalam. Setelah selesai demikian Sultan kembali ke Indrapura.

Kisah Alam Kerinci Jatuh Ketangan Belanda

http://kerajaanairpura.blogspot.com 

 KISSAH ALAM KERINCI JATUH KETANGAN BELANDA
                                            

gambar ilustrasi perang
Sebelum Alam Kerinci jatuh ketangan Belanda maka pada setiap tahun mereka itu turun kira2 50 orang ke Indrapura, wakil dari Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain membawa persembahan ada yang berupa Emas, Gading dan Sungu Badak. Andai kata tiap2 yang ganjil diperdapatnya tetap dipersembahkanya kepada Sultan Indrapura. Kedatangan mereka disambut dengan baik dan diberi minuman makan dengan memotong sapi dan kerbau.

Sedang  Sultan Iradat  pengarang sejarah ini masih bertemu dengan keadaan penerimaan seperti tersebut diatas ini semasa Almarhum  Sultan Muhammadsyah, Almarhum Regent yang wafat di Jakarta pada tgl 18 Agustus 1938.

Pada tahun 1901 yang menjadi RESIDENT di Bengkulu  S.A Noman  dan  Kontroleyur Indrapura H.K Manapasak.

Maka yang tersebut perkataan Resident Bengkulu berkehendak menahlukan Alam Kerinci, maka datang ke Muko-Muko bermufakat dengan Kontleriurt dan Sultan Dayat gelar Sultan Penghulu, pekerjaan Datuk Muko-Muko.
Setelah putus mufakatnya maka diutusnya dulu ke Alam Kerinci satu rombongan kira2 16 Orang, dikepalai oleh seorang yang bernama Imam Rusa. Mereka itu mendaki bukit Tinjau laut di Hulu Negeri Silaut, maksudnya turun di Lolo.
Kalau sudah sampai disitu dia hendak mengumpulkan Depati2 di Alam Kerinci, supaya Belanda masuk dengan damai ke Alam Kerinci. Padahal satu hari menjelang Dusun Lolo, mereka dikejar dan diburu oleh Orang Kerinci sehingga mati satu orang, maka rombongan Imam Rusa tersebut kira2 satu bulan sesudah itu Resident Bengkulu memerintah lagi supaya Imam Rusa dengan delapan orang kawan2 nya dengan membawa kain Kasumbo dan kain Marekan sebanyak 20 kayu. Maka Imam Rusa dengan rombongannya mendaki di Hulu Tapan seperti orang berdagang, maka selamatlah Imam Rusa serta rombonganya ke Kerinci terus ke Dusun Lolo, Kerinci Hilir. Setelah sampai disitu maka dia mufakat dengan Depati keliling danau yaitu :

Depati Jujun, Depati Pulau Tengah, Depati Lolo, Depati Lumpur, supaya menerima Belanda dengan baik masuk ke Alam Kerinci. Setelah mereka mendengar demikian, maka hati mereka marah tidak terhingga, mukanya merah seperti api ber-nyala2 lebih-lebih lagi Depati Pangrebo.

Maka Imam Rusa ditangkapnya diikat kaki tanganya. Kawanya 8 orang itu terbunuh 5 orang, yang 3 orang lari masuk hutan. Adapun Imam Rusa yang tersebut dipancung dengan pedang tidak mempan, ditikam dengan keris  tidak tembus, maka ditarik seperti anjing yang sudah diikat badanya dilempar pakai batu sampai mati, matinya tidak dikubur, dibuang kedalam kubang kerbau Dusun Lolo.
Orang yang lari bertiga tersebut diatas tadi sampai kembali ke Muko-Muko, terus memberi tahukan kepada Kontleriurt dan Sultan Dayat gelar Sultan Penghulu. Kontleriurt memberi laporan kepada Resident Bengkulu, maka Resident Bengkulu memberi laporan kepada Guvernuurt Generaal di Batavia Centruum.
Sedangkan yang menjadi Guvernuurt Generaal masa itu C.H.M Van Hust. Bulan Maret 1902 maka tuan besar Padang J. Ballot beserta Asisten Resident Painan R. Tngeel datang ke Indrapura dengan kapal Kondool berlabuh di Pasir Genting. Maka diambil dengan jokong dibawa kedarat oleh Tuanku Regent Sultan muhammadsyah dan Kontleriurt H.K Manupasak, setelah Tuan Besar beristirahat di rumah Kontleriurt di kampung Lalang yaitu ditempat rumah sekolah Indrapura sekarang, maka dia bermufakat supaya Alam Kerinci diperangi dan tahluk kepada Pemerintah Belanda. maka dengan kebijaksanaan Tuanku Regent sambil beliau teringat Persumpahan nenek moyang di Bukit Paninjau Laut maka Tuanku Regent berkata kepada Tuan Besar demikian :

" Sabarlah Tuan dulu memerangi Alam Kerinci dengan Militer, karena Alam Kerinci itu menurut Adat, adalah Bilik dalam oleh saya dan Alam Kerinci dalam Adat, menurut perkatan dari waris Sultan2 yang saya terima. Sebap itu saya berani berkata dimuka Tuan Besar biarlah saya melepas utusan ke Kerinci membicarakan soal ini. Semoga Alam Kerinci serta Rakyatnya jangan rusak binasa ditembak Militer Belanda "

Tuan Besar menjawab :
" Nanti Regent Rugi, sudah cukup Guvernuurt mengerti. Regen juga sudah mengetahui bahwa utusan yang dikirim Kontleriuurt di Muko-muko dengan Sultan Dayat tidakah sudah dibunuh oleh orang Kerinci ? Tentu saja utusan Regent nanti dibunuhnya juga "

Tuan Regent menjawab :
" Negeri Muko-muko tidak ada bertali dengan Kerinci, dalam Adat tidak bersangkut paut "
Maka Tuan Regent menerangkan Asal-usul Alam Kerinci, Perhubungan dan pertalian sampai masa sekarang. Kata Beliau Tuanku Regent belum berobah, sebap itu saya yakin perkatan saya tentu dia dengar, pendapat saya masih diturut, kalau binasa dalam teori saya, saya tidak menyesal dan saya tidak meminta ganti rugi kepada pemerintah Belanda"


Mendengar perkatan demikian maka Tuan Besar Ballot dan Asistent Tengeel dan Kontleriurt Manupasak tegak berdiri diatas kursi masing2 memberi hormat serta minta terimakasih kepada Regent dengan menjanjikan.......................................
Setelah bersalam-salaman serta sesudah minum anggur segelas seorang, maka Tuan Besar kembali ke Padang dan Regen serta Mangku Bumi pulang kerumah masing-masing. Setelah tiga hari dibelakang itu, Tuanku Regent mengumpul wajir Menteri yang 20 serta Datuk tanah tiga lurah yaitu :
Tapan-Lunang-dan Silaut bermusyawarah siapa yang patut diutus ke Alam Kerinci, supaya Alam Kerinci menerima baik memasukan belanda kesana, sedapat mungkin jangan seperti utusan Muko-muko yaitu Imam Rusa dengan kawanya mati terbunuh.
Dalam mufakat ini suara bergelar pendapat masing-masing keluar, buruk baik diperkatakan tiga jam rapat bersidang maka didapatlah ketetapan yaitu :

Menjadi utusan ke Kerinci membicarakan perdamayan antara Alam Kerinci dengan Belanda yaitu Sultan Iradat dengan rombonganya :
  1. Punggawa Bungkuk dari Indrapura
  2. Punggawa Ka'ab dari Indrapura
  3. Keti ( Tukang Masak ) dari Indrapura
  4. Punggawa Daun dari Indrapura
  5. Punggawa Manyalo dari Indrapura
  6. Datuk Benu- Sutan dari Tapan
  7. Datuk Permai Duaso dari Tapan
  8. Pak Tiawa dari Tapan
  9. Gajah melintang dari Tapan
  10. Deman dari Tapan
  11. Punggawa Kasad dari Tapan
  12. Punggawa Lau dari Lunang
  13. Datuk Samarajo dari Lunang
  14. Datuk Sukarami dari Silaut
  15. Datuk Campo dari Silaut
  16. Datuk Ampong Labuh dari Sindang.
Yang mana semasa itu istri Sultan Iradat yang bernama Putri Umi Azbah anak yang sulung dari Tuanku Sultan Muhammadsyah Regent Indrapura, sedang mengandung empat Bulan, Anak yang dikandungnya itu adalah Sultan Mustafha sekarang.

Hari Arba'a 7 April 1902 maka segala Pembesar-pembesar Indrapura serta tanah tiga lurah berkumpul semuanya dirumah Tuanku Regent melepaskan Sultan Iradat dengan rombonganya ke Alam Kerinci.
Dengan ringkas diterangkan, maka Sultan Iradat dengan rombonganya sampailah ke Alam Kerinci, masuk kampung dalam berempat dirumah Gadang di Muka Kayu Aro Bertuah, maka Depati Mudo, Depati Negalo serta Depati yang lain2 ikut juga Depati Payung sungai Penuh menyambut kedatangan rombongan dari Indrapura. Tabuh berbunyi talu bertalu jawab-menjawab di tiap2 Dusun sehingga tidak berapa lama Dusun Rawang dibanjiri oleh manusia.
Kerbau dipotong kancah dijerang, memberi makan rombongan  Sultan Iradat dan Orang2 banyak itu, berbicara dari siang terus malam sehingga sampai tiga hari tiga malam berlurut terus. Maklumlah bicara kerinci dimasa itu bersitegang urat leher, siapa lemah bicaranya itulah yang kalah. Adapun kadang2 kalau lemah bicaranya Keris dicabut ditikamkan ke lantai, uncang sirih berisi Balungking di hempas segingga berserak kedalam majelis permusyawaratan itu. Dengan kebijaksanaan , Sultan Iradat dengan dipimpin datuk Benu Sultan palo2 Tapan maka berakhirlah rapat itu seperti :
Besok pagi2 melepas delapan orang keKerinci Hilir yaitu :
  1. Ke Hiang kepada Depati Athur Bumi
  2. Ke Pangasi kepada Depati Biang Sari
  3. Ke Pulau Sangkar kepada Depati Rencong Tedang
  4. Ke Tamiai kepada Depati Muara Langkap
Diminta Kepada sekalian mereka berada diDusun rawang membawa Pembesar2 dalam daerahnya, karena yang dipertuan Indrapura sudah ada didusun Rawang.
Tandanya dikirim Pedang bersarung Emas dan berhulu emas pusaka Kerajaan Indrapura, sekarang masih juga ada disimpan.
Dilepas pula delapan orang ke Kerinci Hulu yaitu :
Ke Semurup kepada Depati Kepala Semko
Ke Kemantan kepada Depati
Ke Koto Lunang kepada Depati Tujuh
Ke Sungai Penuh kepada Depati Payung Suko Berajo serta Datuk Penungku Indo Dusun nek. isi pangilan seperti tersebut disebelah, tandanya dilerai pedang bersarung perak dan berhulu perak sekarang masih ada disimpan serta ikut sebilah keris tidak bersarung yaitu :

Keris Tatkala bersumpah di Bukit Paninjau Laut, sebap maka tidak bersrung karena sarungnya sudah bersumpah di Bukit Paninjau Laut mata kerisnya dibawa ke Indrapura, sarungnya dibawa ke Alam Kerinci disimpan oleh Depati Mudo, Depati Nangalo, Depati Niat, Depati Bandaro Dusun Rawang.

    Hikmahnya :
Maka matanya pulang ke Indrapura Sarungnya  tinggal di Alam Kerinci memberi arti tiap2 mata kerisnya tetap mencintai sarungnya, tiap2 sarungtetap tahkluk kepada matanya dengan keredaan sarungnya sendiri. Demikianlah Alam Kerinci dengan Kerajaan Indrapura lihat atau baca Persumpahan Dibukit Paninjau Laut.

Allkisah maka tersebutlah perkataan pangilan Kerinci Hilir dan Kerinci Hulu pada hari yang ditentukan maka sekalian mereka itu berkumpul ke Dusun Rawang ditaksir tidak kurang 5000 orang boleh dikata tiap2 orang memegang senapan yang berisi dengan peluru dan kelewang masih dalam sarungnya. Lantaran oleh  kebanyakan orang itu maka Rapat pertemuan bertempat ditengah sawah antara Dusun Teluk dengan Dusun Sungai Penuh.
Maka sekalian rakyat Dusun Rawang selain dari Depatinya semuanya tinggal menjaga Dusun Rawang dikepalai oleh Panglima Lang Berantai,  mereka khawatir kalau rapat gagal Dusunya dibakar dan rombongan Indrapura dibunuh.
Pada hari itu tujuh (7) ekor memotong kerbau memberi makan orang yang datang, tetapi isi dalamnya seperti hati, jantung, limpo dan timbunsu, makanan rombongan dari Indrapura dimasak oleh tukang masak dari Indrapura nama Keti dibantu oleh Sedun orang Lunang.
Kembali memperkatakan rapat ditengah padang, setelah sekalian mereka berkumpul maka ditengah-tengah padang itu dibuat mimbar (podium) tempat berbicara. Maka sekeliling padang yang tersebut, dikelilingi oleh rakyat Kerinci yang berhadir, segala senapan dihadapkanya sekalian ketengah2 Rapat tujuanya menghadap kepada orang yang berbicara.
"AWAS.!!!!....."
Menurut  adat Kerinci semasa itu kalau Panglimanya sudah menyebut :
"ALLUS "     
Tetap bedil meletus, Kelewang tercabut dari sarungnya, Tikam Bunuh menjadi sekali.
Tersebut keadaan Sultan Iradat dengan rombonganya, keluar ketengah  Padang tmpat sopit, maka datuk Benu Sultan palo2 Tapan berseru  membakar kemeyan sambil berkata " Mana sigulambai tujuh seperadik, diam dihulu Somba  nama2 Jinjeggi penghuni ujung tanjung kedudukan, Gajah Mada sertahulu Bolang yang bertujuh penunnggu tiap Dusun Tapan.
Kemarilah semuanya memapakmemimpin kami, sedangkan kami sekarang sedang terkepung oleh manusia yang belum mempunyai sifat prikemanusyaan.
Kemeyan dibakar lagi oleh Datuk Permai Duaso serta berkata :

Ya Allah ya tuhan mana Zuriat Kerajaan Indrapura yang kami bawa ini adalah bicara Sultan Muhammadsyah kepada Depati empat pemangku lima delapan helai kain di Kerinci rendah dan Kerinci tinggi supaya Alam Kerinci aman dan sentosa Negeri Indrapura selamat dan sempurna, seruanya sampai hujan panas datang tabuh Gadang Rawang yang bernama Sangugut dipukul terus, berbunyi gegap gempita turut berbunyi tabuh sekitarnya, maka Sultan Iradat dengan rombonganya turun dari rumah, berangkat ketengah padang dengan alat kebesaran yang dibawa dari Indrapura.
Menurut bicara orang yang melihat Sultan Iradat sampai kelangit bayang2nya badanya besar seperti gajah mukanya merah seperti matahari.Pengiring atau rombonganya kelihatan oleh manusia berbaju besi semuanya matanya merah seperti api ber nyala2 bagi mereka demikian juga Sultan Iradat tidak merasa perobahan itu, cuma hati tidak merasa takut dan gentar. Sesaat berjalan sampai pada tempat yang dituju segala senapan yang ada " Meletus " menghadap kelangit, adalah rasanya semasa itu dalam perperangan yang hebat.

Menurut Adat Kerinci semasa itu kalau ada rapat Sultan atau Pangeran atau wakil daripada keduanya, Depati kepada sembah, menyembah lebih dahulu. kalau wakil dari Sultan atau Pangeran membawa surat, ialah kali hakim yang membacanya. Semasa itu yang menjadi Kali Hakim bernama " Haji Midin ".
Orang Dusun Kampung Dalam Rawang, beristri di Kampung Dian, seberang Kampung Dalam Rawang, maka pada hari yang tersebut, bukan Sultan yang datang melainkan wakilnya yaitu :
Sultan Iradat dengan rombongan nya serta dengan membawa surat dari Sultan maka setelah rapat dibuka terus membaca " Alfatihah". Yang membuka rapat menurut Adat seperti tersebut diatas  ialah Depati Kepala Sembah dari mendapo Semurup, maka dia terus naik keatas podium dengan suara yang lantang serta masih mempermaklumkan kepada sekalian yang berhadir demikian katanya :
" Bahwa hari ini, satu hari pertemuan besar bagi Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain, kita berkumpul pada tempat ini karena menurut waris yang kita terima, kalau Daulat yang di Pertuan datang dari Indrapura, disinilah kita berkumpul buat menerima urayan dan paparan yang keluar dari mulut beliau.
Jika Pangeran Tumanggung dari Tanjung Muara Pasumai datang ke Alam Kerinci ini di Dusun Sarannagung kita berkumpul mendengar Taliti dan Sko yang keluar dari mulutnya Pangeran. Yang mengeluarkan bicara lebih dahulu bukanlah saya yaitu : Depati Muara Langkap dari Tamiai.
Maka sekarang dipermaklumkan kepada sekalian kita yang berada pada rumah gadang yang beratap langit, berlantai tanah bahwa pada hari ini, hari wakilnya Daulat yang dipertuan Indrapura diiringi Datuk Permai Duaso serta dengan rombonganya membawa kebesaran mensahkan dia Raja Daulat kita hendak bicara dengan kita sekalian, sebap itu diminta yang memegang Senapan letakan ditanah, demikian juga keris dan kelewang tetap dalam sarungnya.

Maka dia turun dari atas podium maka Haji Midin Kali Hakim Delapan Helai Kain naik keatas podium hendak membaca surat yang dibawa Sultan Iradat, tapi apa mau dikata tulang gemetar suara tidak berbunyi terus turun saja. maka dengan semufakat Depati2 yang ada ditengah-tengah yang tidak jauh dari podium yang bakal bersoal jawab dengan wakil dari seluruh Rakyat Alam Kerinci. Orang yang duduk menjadi wakil itu ditiap Mendapo 4 (empat) orang dikepalai oleh Mendaponya masing2 ikut tiap2 Mendapo 2 orang Hulu Balang, berjumlah mereka itu 60 orang, itulah orang yang menghitam memutihkan Rapat besar itu.
Setelah Kali Hakim turun dari podium maka sorak gemuruh bunyi halilintar, maka Haji Midin pingsan, dibawa kembali kerumahnya di Koto Dian.Urusan Kali Hakim selesai, maka keputusan orang yang 60 maka yang berbicara membaca surat tersebut terserah kepada Sultan Iradat, seterusnya menjadi Ketua Rapat pada hari itu.

Maka Sultan Iradat Naik keats podium, maka segala rombongan dari Indrapura berdiri sekeliling podium. Demikian juga orang pesisir yang ada di Alam Kerinci semasa itu turut bersama. Saat tersebut tengah hari tepat, jarum arloji menunjukan pukul 12.00 segala mata manusia yang ribuan banyaknya itu tertuju kepada Sultan Iradat. Sultan iradat diatas podium membuka satu bungkusan surat dengan amplop panjang berlapis dengan kain kuning memakai cap stempel Kerajaan Indrapura, yang mana sekarang masih ada disimpan.
Setelah surat ini dibuka maka Sultan Iradat membaca " Bismillah "dan " Takbir " tiga kali dengan suara perlahan. Dengan suara lantang dan nyaring yang tidak menaruh gentar dan takut surat dibaca, demikian bunyinya :

" Disampaikan kepada :
Depati Empat, Pemangku Lima
Delapan Helai Kain
Yang berkuasa di
Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi

      Bahwa surat ini datang dari Hamba Sultan Muhammadsyah, Daulat yang Dipertuan di Indrapura
mendapatkan saudara-saudara Depati dan Rajo-Rajo Pemangku-Pemangku andai kata seluruh Rakyat Lingkung Gunung, sampai Ngalape hilirnya Batai Air Tamiai yang mengalir ke Batang Tentan.
      Bahwa yang bawa ini surat keponakan kandung saya Nama : Sultan Iradat serta dengan pengiring-pengiringnya yang membawa celak kebesaran Indrapura, menyatakan Sultan Iradat ini ganti diri saya,
yang berbunyi dalam surat ini ialah seperti lidah saya, berbicara dimuka rapat ini.
      Oleh karena Hamba mengingat Sumpah nenek kita kedua belah pihak yaitu :
       1. Sultan Gagal Alamsyah
       2. Raja Muda Panjar Zat
       3. Pangeran Tumanggung Tanjung Muara Pasumai
Diatas Bukit Paninjau Laut, memotong kerbau tengah dua, kepeng sekeping dipertiga, sama-sama mencurak air keris.
       Sumpah itu berbunyi sesudah bertemu sekarang, sebap saya takut dimakan sumpah maka dengan ini sya nyatakan :
 " Kabar-kabar angin bahwa Belanda akan masuk ke Alam Kerinci karena terbunuhnya Imam Rusa "
Kabar angin ini kalau berhembus sekurang-kurangnya Batang Kambahang rebah, sebagai kata pepatah :
 " Sepandai-pandai mencencang, landasan musti luluh "
Oleh sebap itu, sebelum hujan, kita sedia payung, saya minta dengan sangat, atas nama nenek moyang kita yang tersebut diatas " Allah "  mengizinkan serta membuka hati saudara-saudara :
       Depati Empat, Pemangku Lima Delapan Helai Kain, akan turun ke Indrapura dengan selekas mungkin, sebolehnya bersama dengan Sultan Iradat..
Kedatangan saudara ditunggu dengan Wajir menteri XX dan Datuk-Datuk yang Tiga Lurah.

                                                          Indarpura  3 April 1902

                                                                      dto/Cap
                                                        ( Sultan Muhammadsyah)


Setelah surat dibaca, maka segala senapan yang terletak ditanah dipeganya kembali, mereka merah padam mukanya sebap mendengar menyebut Belanda.
Mereka ribut serta berteriak, sekali berteriak bergemuruh bunyinya menyebutkan :   " Alluss "
Artinya dalam Adat Kerinci kalau sudah disebutkan Allus senapan meletus, amuk tikam menjadi betul-betul pada waktu itu mereka menembak, tetapi senapan tidak mau meletus.

Dengan Kehendak Allah Ta'ala berikut syafaat Rasul Yang Mulya serta Zuriat Nenek moyang, maka mereka sekalian menangis. Apa yang ditangiskan tidak tentu.
Kira-kira 1 jam sesudah itu, maka rapat dimulai lagi, sebelum rapat dibuka minum kopi, makan gelamai,cara gelamai Kerinci.
Dengan kebesaran Allah ta,ala pada hari itu hujan tidak panaspun tidak udara sedang saja.
Baik juga diterangkan disini waktu senapan sebagai disebut diatas tadi, yang mana pada waktu itu Sultan Iradat di atas podium, maka Rencong yang Sakti yang tersisit dipingang Sultan Iradat melompat matanya keluar dari sarungnya maka jatuh menimpa kaki Sultan Iradat, tetapi insya Allah tidak terjadi apa-apa.
Maka Rapat dimulai, Sultan Iradat tetap menjadi Ketua Rapat. Sejurus Rapat dibuka kira-kira 15 menit maka datang dua orang masuk kedalam persidangan Rapat, Kedua orang tersebut adalah :

1. Nama : Melintang Gunung, kumisnya sebelah tersangkut ditelinganya bersenjatakan Tombak.
2. Nama  : Batu Bulat Tidak Bersanding, jengotnya lebat, tidak mempunyai kumis, senjatanya kelewang       panjang kira2 dua hasta, sudah tercabut dari sarungnya.

Mereka memberi salam, serta menunjukan satu helai surat. Rapat pada ketika itu diberhentikan buat sementara, kepada mereka ditanyakan darimana datangnya, apa yang dimaksud dan siapa namanya.
Setelah mereka memberi tahu bahwa mereka Dubalang Pangeran Tanjung Muara Pasumai. Maksudnya menemui Depati Empat Pemangku Lima namanya seperti tersebt diatas tadi.
Manusia ketika itu semakin rapat datang ketengah tempat berbicara maka surat yang dibawanya itu dibaca dan bunyinya begini :

"Bahwa surat ini datang dari :
Kulo Pangeran Tanjung Muara Pasumai
Datang Kepada :
Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain.

Kulo Sekarang Berpijak Atas Bangkai, berenang dalam darah.
Belanda telah sampai diMuara Pasumai, rumah kulo sudah dibakarnya, rakyat telah lari masuk hutan.
Kulo anak beranak lari ke Hulu Batang Tentan.
Kalau Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain, kalau lagi mengingat sumpah takkala di Bukit Panunjau Laut Raja Tiga Selo :
1. Raja Indrapura yang bergelar Sultan Gagal Alamsyah.
2. Raja Muda Panjar Zat, Raja Alam Kerinci.
3. Nenek Moyang kulo Pangeran Tumanggung berkubur dibukit.
Maka sedapat ini surat, datanglah ke Muara Pasumai, bawalah senjata senapan dan tombak, minum makan tangung Kulo.
Kulo menanti serta dubalang2 dengan Rakyat di Nibung Pangkalan Jambu.
Siang diterima surat ini, siang berjalan malam diterima malam berangkat.


                                                               Dari Kulo
                                                     Pangeran Raden Anum
                                                             Singo Depati
                                                                Cap/dto
                                                         ( Sultan Taha )


Setelah surat dibaca, maka seluruh rakyat yang ada disitu kira-kira 5000 orang banyaknya mencabut kelewang sama sekali sambil men caci2 Belanda, sehinga Rapat bubar.
makadengan usaha Depati Payung di Semunap dan Depati Anum Djudjum dan Datuk Pemangku Indo Sungai Penuh,maka kebulatan itu diperhatikan.
Dengan ringkasnya saja dapat kebulatan mufakat, hal ini diserahkan keputusanya kepada Sultan Iradat. Dengan takdir " Allah " berkat Zuriat nenek moyang, hati Sultan Iradat tenang pikiranya lapang mukanya ber seri2 membawa kasih sayang kepada yang melihat, maka Sultan Iradat memberi keputusan  seperti tersebut dibawah ini :

" Alam kerinci seperti tungku Tiga sejerangan Rusak satu tidak bisa dipakai lagi  "

Artinya : Rusak Indrapura, Binasa Alam Kerinci Hangus Tanjung Muara Pasumai. Kalau Tanjung Muara Pasumai Hangus Binasa Alam Kerinci Celaka Indrapura.

Maka pada hari ini kita sudah mengetahui bahwa dua surat yang datang, wajib diturut keduanya.. Suara gemuruh menyatakan sepakat. Maka Depati Kepala sembah, tegak berdiri menyusun jari yang sepuluh menyembah kepada Sultan Iradat  dengan katanya :
" Pandangan kami sekalian, bahwa yang kami hadapi saat ini bukanlah lagi wakilnya, hanya sebenarnya, diri Daulat yang dipertuan Indrapura. Keputusan yang tersebut kami terima dengan senang hati, hanya siapa ke Tanjung  Muaro  Pasumai dan siapa ke Indrapura, minta tuan muda menetapkanya "
Semasa itu Sultan Iradat , bulu badanya seram, airmatanya titik, Daulat yang dipertuan terbayang dimukanya, serta berkata dengan suara yang nyaring :
" Bagaimana pikiran kita semuanya tentang bicara Depati Kepala Sembah itu "
Maka sekalian menjawab dengan serentak :
" Kami semua setuju apa keputusan kami terima "
Maka Sultan Iradat memberi ketetapan demikian :
" Sehingga Hiang ke Hilir terjun ke Miuara Pasumai dengan membawa senjata alat peperangan, sehingga Penawa ke Mudik, turun ke Indrapura "
Maka keputusan itu diterima baik, sambil melepaskan senapanya seletus seorang, se olah2 semasa itu adalah dalam peperangan hebat. Senapan berbunyi bagaikan membakar Lebong Buluh, sehingga perempuan2 Dusun Rawang keluar semua bergerai rambut , tabuh berbunyi tidak berhenti, karena persangkaan mereka itu sudah berperang awak samo awak.
Segala yang menjaga Dusun Rawang seperti telah dikabarkan diatas yang di Kepalai oleh Panglima Lang Berantai, keluar semua dengan senjata, berlari ketengah padang, dugaan mereka rombongan dari Indrapura mati terbunuh. Setelah mereka mengetahui yang sebenarnya, maka sekalian mereka itu tenang.
Keputusan ketanjung Muara Pasumai maka segala orang dari Hiang ke Hilir kembali ke Dusunnya masing2 tidak menunggu makan lagi kerena mereka hendak berjalan malam ini juga. Waktu mereka meninggalkan tempat Rapat, mereka bersorak dengan suara gemuruh, katanya :

" Apo Belanda ini orang putih lembut Empat setikam Lima sepancung ku bunuh mati2, Rajo kami diusirnyo rumah dibakarnyo, kami mengambil balas "

Allkisah  tersebut lagi, hingga Penawar Mudik masuk ke dalam Koto Rawang, makan kerbau yang tujuh ekor yang sudah dipotong. Sekalian mereka tidak kembali ke Dusunya masing-masing sebap pada malam itu diadakan Rapat menentukan harinya turun ke Indrapura. Pendek perkataan  dapatlah ketetapan Sultan Iradat menunggu 8 hari turun ber sama2 dengan mereka itu.
Maka diutuslah Panggawo Bungkuk kembali ke Indrapura mengabarkan hal itu. Setelah genap waktunya berangkatlah mereka itu ke Indrapura kurang lebih jumlahnya 200 orang yang disertai rombongan Sultan Iradat. Jalan yang dilalui bukan jalan yang sekarang, karena jalan yang sekarang belum ada lagi, hanya jalan yang ditempuh jalan Bukit Gedang lebar kira2 1 meter lebih, berjalan diurat-urat kayu, seratus duapuluh kali menyebrang baru sampai ke Tapan.
28 April 1902 maka sekalian Depati2 Kerinci dan rombongannya serta Sultan Iradat dan rombongannya sampailah di Indrapura dengan disongsong oleh Regent dengan Kotleriurt Manupasak ke Sungai Kuyung. Maka rombongan Depati Empat Pemangku Lima yang datang ditempatkan digedung Batang Selaut dirumah Bunda Sultan Iradat. Selama tujuh hari mereka berada di Indrapura 2ekor memotong jawi, dan enam pikul beras habis dan tiga kali mereka itu ber-bondong2 ber-sama2 dengan tuanku Regent dan Mangkubumi pergi kerumah  Kotleriurt di Hilalang. Apa yang dibicarakan disitu sipengarang sejauh ini tidak mengetahui. Hanya dapat dilihat tiap2 1 orang Depati mendapat 1 kayu kasumbo dan 1/2 kayu kain merekan, yang lain2 mendapat 1/2 kayu Kasumbo, pemberian dari Belanda ini di sertakan 4 (empat) buah Gung dan kembalinya Depati Empat Pemangku Lima ke Kerinci diantar oleh Tuanku Regent dan  Kotleriurt  ke Tapan.
Zaman fitrah atau masa penantian selama 8 bulan dalam tahun 1902 itu, tidak tersebut apa2 hal Kerinci karena sipengarang tidak mengetahui Politik Belanda terhadap Alam Kerinci, hanya tahu2 saja hari Sabtu 26 Desember 1902  Kotlert Manupasak dan Resident Tengeel datang kerumah Tuanku Regent memberi tahu atas nama Menijr Ekselensyi GG tanah Hindia Belanda maka Kerinci mesti ditahlukan masuk jajahan Belanda.

3 Februari 1903 kapal perang berlabuh di pasir Genting membawa militer serta alat2  peperangan dan Komandanya seorang Kapten  dan empat orang Luitmanak.  Tuanku Regent diminta ikut bersama, demikianlah kami terima perintah dari Guvernuur Genderaal yang disampaikan kepada Guvernuur di Padang.waktu itu rapat Penghulu membicarakan hendak turun kesawah, pembicaraan itu didengar oleh sekalian Penghulu itu dan sipengarang sejarah ini yaitu Sultan Iradat turut juga mendengar ketika itu. Tapi tidak mrgerti apa yang dibicarakan, karena pembicaran itu dalam bahasa Belanda seluruhnya, hanya yang nampak muka Regent sebentar merah2 padam, sebentar pucat pasi, yang kelihatan lagi Regent memukul meja dengan tanganya. Melihat yang demikian itu Kotlert turun dari rumah saja.

Setelah Belanda itu meninggalkan tempat, Regent tidak jadi Rapat Sawah melainkan kata beliau pada sidang rapat :
" Hari ini bukan rapat turun ke Sawah, melainkan kita namakan rapat penting "
Maka tuanku Regent menceritakan perkatan-perkataan Belanda tadi seperti yang telah diterangkan diatas.
Regent bertanya :
" Bagaimana pikiran Penghulu2 kalau saya sertakan Militer Belanda ini ke alam Kerinci saya dimakan sumpah, kalau tidak saya ikutkan tentu celaka, se-kurang2nya diperhatikanya, sebap kita sudah bertahluk pada Belanda "
Maka Rapat menjawab :
" Tuanku Ampun, hal ini tidak dapat kami menimbang, semuanya terserah pada Tuanku Ampun "
Kira-kira satu jam hening dan sunyi rapat karena Tuanku Regent berfikir, maka dapatlah keputusan : Tetep dia turut bersama Penghulu2 yang hadir, serta Cerdik pandainya,Alim-ulamanya, Menteri-hulu balangnya setuju saja.
Maka ditulis surat kepada Pado2 Tapan surat yang memakai bulu ayam  kata orang sekarang  " Surat Sepood " minta disuruh selekasnya datang ke Indrapura saudagar Kerinci yang ada di Tapan yaitu :
  1. 1. Haji Bagindo Sutan orang Rawang
  2. 2. Haji Durahim orang Dusun Rawang
  3. 3. Haji Budin orang Dusun Sungai Penuh
  4. 4. Haji Mohd. Dayah Dusun Sungai Penuh
  5. 5. Haji Mohd. Rasid Dusun Semurup
Setelah mereka sampai dihadapan Regent maka Regent memberi perintah kepada mereka itu demukian :
  1. Hari besik sekalian Toko orang Kerinci yang ada di Tapan mulai tutup sebap Militer Belanda akan masuk ke Alam Kerinci yang melalui Negeri Tapan.
  2. Diminta Haji yang berlima ini kembali ke Kerinci memberi tahu tiap2 Dusun Kerinci Hulu atas nama Sultan Daulat yang Dipertuan Indrapura apabila Belanda masuk jangan melawan karena tidak bisa terlawan, dan segala pintu-pintu rumah buka seperti biasa dan Dusun jangan ditinggalkan  pura2 saja tidak mengetahui suatu apa.

Pada waktuyang ditentukan, maka Militer Belanda sudah sampai di Muara Sakai terus berangkat ke Alam Kerinci berserta Regent. Dan Regent diiringi oleh Manti-Hulubalangnya yaitu :
  1. 1. St. Gandam Bergelar R. Maharajo Gedang
  2. 2. St. Sidi Gelar R. Sanggo Dirajo
  3. 3. Lau Gelar Datuk Rajo Nam Kayo Penghulu Palo2 Tapan
  4. 4. Datuk Maharajo Sri Palo2 Lunang
  5. 5. Datuk Sampono Dirajo Palo2 Selaut
  6. 6. Nondok Gelar Datuk Melayu Penghulu di Air Haji
Dubalang2 tidak disebutkan namanya disini cuma jumlahnya saja yang diterangkan, yaitu 40 orang.
Tukang masak makanan :
  1. 1. Karimin orang Jawa
  2. 2. Malait Gelar R. Ibrahim Famili dari Regent.
Perjalanan Militer Belanda dengan Regent ini tidak diperpanjangkan kissahnya, terus dengan selamat masuk ke Alam Kerinci, dengan tidak mendapat perlawanan dari rakyat Kerinci Hulu, karena sebenarnya mereka memegang amanat dari Tuanku Regent yang disampaikan oleh Haji2 yang tersebut tadi. Setelah Militer Belanda mengambil istirahat Tiga hari di Dusun Rawang, maka mereka berangkat ke Kerinci Hilir maka sampai di Dusun Hiang dapat perlawanan sehingga sampai berperang, yang disebut " Perang Hiang " lamanya Perang ini hanya 4 Hari saja terus takluk, cuma Belanda mati 4 orang, Militer Jawa 2 orang, Militer Belanda 2 orang, maka Alam Kerinci 2 Bulan aman.