Wednesday 15 January 2014

Kisah Alam Kerinci Jatuh Ketangan Belanda

http://kerajaanairpura.blogspot.com 

 KISSAH ALAM KERINCI JATUH KETANGAN BELANDA
                                            

gambar ilustrasi perang
Sebelum Alam Kerinci jatuh ketangan Belanda maka pada setiap tahun mereka itu turun kira2 50 orang ke Indrapura, wakil dari Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain membawa persembahan ada yang berupa Emas, Gading dan Sungu Badak. Andai kata tiap2 yang ganjil diperdapatnya tetap dipersembahkanya kepada Sultan Indrapura. Kedatangan mereka disambut dengan baik dan diberi minuman makan dengan memotong sapi dan kerbau.

Sedang  Sultan Iradat  pengarang sejarah ini masih bertemu dengan keadaan penerimaan seperti tersebut diatas ini semasa Almarhum  Sultan Muhammadsyah, Almarhum Regent yang wafat di Jakarta pada tgl 18 Agustus 1938.

Pada tahun 1901 yang menjadi RESIDENT di Bengkulu  S.A Noman  dan  Kontroleyur Indrapura H.K Manapasak.

Maka yang tersebut perkataan Resident Bengkulu berkehendak menahlukan Alam Kerinci, maka datang ke Muko-Muko bermufakat dengan Kontleriurt dan Sultan Dayat gelar Sultan Penghulu, pekerjaan Datuk Muko-Muko.
Setelah putus mufakatnya maka diutusnya dulu ke Alam Kerinci satu rombongan kira2 16 Orang, dikepalai oleh seorang yang bernama Imam Rusa. Mereka itu mendaki bukit Tinjau laut di Hulu Negeri Silaut, maksudnya turun di Lolo.
Kalau sudah sampai disitu dia hendak mengumpulkan Depati2 di Alam Kerinci, supaya Belanda masuk dengan damai ke Alam Kerinci. Padahal satu hari menjelang Dusun Lolo, mereka dikejar dan diburu oleh Orang Kerinci sehingga mati satu orang, maka rombongan Imam Rusa tersebut kira2 satu bulan sesudah itu Resident Bengkulu memerintah lagi supaya Imam Rusa dengan delapan orang kawan2 nya dengan membawa kain Kasumbo dan kain Marekan sebanyak 20 kayu. Maka Imam Rusa dengan rombongannya mendaki di Hulu Tapan seperti orang berdagang, maka selamatlah Imam Rusa serta rombonganya ke Kerinci terus ke Dusun Lolo, Kerinci Hilir. Setelah sampai disitu maka dia mufakat dengan Depati keliling danau yaitu :

Depati Jujun, Depati Pulau Tengah, Depati Lolo, Depati Lumpur, supaya menerima Belanda dengan baik masuk ke Alam Kerinci. Setelah mereka mendengar demikian, maka hati mereka marah tidak terhingga, mukanya merah seperti api ber-nyala2 lebih-lebih lagi Depati Pangrebo.

Maka Imam Rusa ditangkapnya diikat kaki tanganya. Kawanya 8 orang itu terbunuh 5 orang, yang 3 orang lari masuk hutan. Adapun Imam Rusa yang tersebut dipancung dengan pedang tidak mempan, ditikam dengan keris  tidak tembus, maka ditarik seperti anjing yang sudah diikat badanya dilempar pakai batu sampai mati, matinya tidak dikubur, dibuang kedalam kubang kerbau Dusun Lolo.
Orang yang lari bertiga tersebut diatas tadi sampai kembali ke Muko-Muko, terus memberi tahukan kepada Kontleriurt dan Sultan Dayat gelar Sultan Penghulu. Kontleriurt memberi laporan kepada Resident Bengkulu, maka Resident Bengkulu memberi laporan kepada Guvernuurt Generaal di Batavia Centruum.
Sedangkan yang menjadi Guvernuurt Generaal masa itu C.H.M Van Hust. Bulan Maret 1902 maka tuan besar Padang J. Ballot beserta Asisten Resident Painan R. Tngeel datang ke Indrapura dengan kapal Kondool berlabuh di Pasir Genting. Maka diambil dengan jokong dibawa kedarat oleh Tuanku Regent Sultan muhammadsyah dan Kontleriurt H.K Manupasak, setelah Tuan Besar beristirahat di rumah Kontleriurt di kampung Lalang yaitu ditempat rumah sekolah Indrapura sekarang, maka dia bermufakat supaya Alam Kerinci diperangi dan tahluk kepada Pemerintah Belanda. maka dengan kebijaksanaan Tuanku Regent sambil beliau teringat Persumpahan nenek moyang di Bukit Paninjau Laut maka Tuanku Regent berkata kepada Tuan Besar demikian :

" Sabarlah Tuan dulu memerangi Alam Kerinci dengan Militer, karena Alam Kerinci itu menurut Adat, adalah Bilik dalam oleh saya dan Alam Kerinci dalam Adat, menurut perkatan dari waris Sultan2 yang saya terima. Sebap itu saya berani berkata dimuka Tuan Besar biarlah saya melepas utusan ke Kerinci membicarakan soal ini. Semoga Alam Kerinci serta Rakyatnya jangan rusak binasa ditembak Militer Belanda "

Tuan Besar menjawab :
" Nanti Regent Rugi, sudah cukup Guvernuurt mengerti. Regen juga sudah mengetahui bahwa utusan yang dikirim Kontleriuurt di Muko-muko dengan Sultan Dayat tidakah sudah dibunuh oleh orang Kerinci ? Tentu saja utusan Regent nanti dibunuhnya juga "

Tuan Regent menjawab :
" Negeri Muko-muko tidak ada bertali dengan Kerinci, dalam Adat tidak bersangkut paut "
Maka Tuan Regent menerangkan Asal-usul Alam Kerinci, Perhubungan dan pertalian sampai masa sekarang. Kata Beliau Tuanku Regent belum berobah, sebap itu saya yakin perkatan saya tentu dia dengar, pendapat saya masih diturut, kalau binasa dalam teori saya, saya tidak menyesal dan saya tidak meminta ganti rugi kepada pemerintah Belanda"


Mendengar perkatan demikian maka Tuan Besar Ballot dan Asistent Tengeel dan Kontleriurt Manupasak tegak berdiri diatas kursi masing2 memberi hormat serta minta terimakasih kepada Regent dengan menjanjikan.......................................
Setelah bersalam-salaman serta sesudah minum anggur segelas seorang, maka Tuan Besar kembali ke Padang dan Regen serta Mangku Bumi pulang kerumah masing-masing. Setelah tiga hari dibelakang itu, Tuanku Regent mengumpul wajir Menteri yang 20 serta Datuk tanah tiga lurah yaitu :
Tapan-Lunang-dan Silaut bermusyawarah siapa yang patut diutus ke Alam Kerinci, supaya Alam Kerinci menerima baik memasukan belanda kesana, sedapat mungkin jangan seperti utusan Muko-muko yaitu Imam Rusa dengan kawanya mati terbunuh.
Dalam mufakat ini suara bergelar pendapat masing-masing keluar, buruk baik diperkatakan tiga jam rapat bersidang maka didapatlah ketetapan yaitu :

Menjadi utusan ke Kerinci membicarakan perdamayan antara Alam Kerinci dengan Belanda yaitu Sultan Iradat dengan rombonganya :
  1. Punggawa Bungkuk dari Indrapura
  2. Punggawa Ka'ab dari Indrapura
  3. Keti ( Tukang Masak ) dari Indrapura
  4. Punggawa Daun dari Indrapura
  5. Punggawa Manyalo dari Indrapura
  6. Datuk Benu- Sutan dari Tapan
  7. Datuk Permai Duaso dari Tapan
  8. Pak Tiawa dari Tapan
  9. Gajah melintang dari Tapan
  10. Deman dari Tapan
  11. Punggawa Kasad dari Tapan
  12. Punggawa Lau dari Lunang
  13. Datuk Samarajo dari Lunang
  14. Datuk Sukarami dari Silaut
  15. Datuk Campo dari Silaut
  16. Datuk Ampong Labuh dari Sindang.
Yang mana semasa itu istri Sultan Iradat yang bernama Putri Umi Azbah anak yang sulung dari Tuanku Sultan Muhammadsyah Regent Indrapura, sedang mengandung empat Bulan, Anak yang dikandungnya itu adalah Sultan Mustafha sekarang.

Hari Arba'a 7 April 1902 maka segala Pembesar-pembesar Indrapura serta tanah tiga lurah berkumpul semuanya dirumah Tuanku Regent melepaskan Sultan Iradat dengan rombonganya ke Alam Kerinci.
Dengan ringkas diterangkan, maka Sultan Iradat dengan rombonganya sampailah ke Alam Kerinci, masuk kampung dalam berempat dirumah Gadang di Muka Kayu Aro Bertuah, maka Depati Mudo, Depati Negalo serta Depati yang lain2 ikut juga Depati Payung sungai Penuh menyambut kedatangan rombongan dari Indrapura. Tabuh berbunyi talu bertalu jawab-menjawab di tiap2 Dusun sehingga tidak berapa lama Dusun Rawang dibanjiri oleh manusia.
Kerbau dipotong kancah dijerang, memberi makan rombongan  Sultan Iradat dan Orang2 banyak itu, berbicara dari siang terus malam sehingga sampai tiga hari tiga malam berlurut terus. Maklumlah bicara kerinci dimasa itu bersitegang urat leher, siapa lemah bicaranya itulah yang kalah. Adapun kadang2 kalau lemah bicaranya Keris dicabut ditikamkan ke lantai, uncang sirih berisi Balungking di hempas segingga berserak kedalam majelis permusyawaratan itu. Dengan kebijaksanaan , Sultan Iradat dengan dipimpin datuk Benu Sultan palo2 Tapan maka berakhirlah rapat itu seperti :
Besok pagi2 melepas delapan orang keKerinci Hilir yaitu :
  1. Ke Hiang kepada Depati Athur Bumi
  2. Ke Pangasi kepada Depati Biang Sari
  3. Ke Pulau Sangkar kepada Depati Rencong Tedang
  4. Ke Tamiai kepada Depati Muara Langkap
Diminta Kepada sekalian mereka berada diDusun rawang membawa Pembesar2 dalam daerahnya, karena yang dipertuan Indrapura sudah ada didusun Rawang.
Tandanya dikirim Pedang bersarung Emas dan berhulu emas pusaka Kerajaan Indrapura, sekarang masih juga ada disimpan.
Dilepas pula delapan orang ke Kerinci Hulu yaitu :
Ke Semurup kepada Depati Kepala Semko
Ke Kemantan kepada Depati
Ke Koto Lunang kepada Depati Tujuh
Ke Sungai Penuh kepada Depati Payung Suko Berajo serta Datuk Penungku Indo Dusun nek. isi pangilan seperti tersebut disebelah, tandanya dilerai pedang bersarung perak dan berhulu perak sekarang masih ada disimpan serta ikut sebilah keris tidak bersarung yaitu :

Keris Tatkala bersumpah di Bukit Paninjau Laut, sebap maka tidak bersrung karena sarungnya sudah bersumpah di Bukit Paninjau Laut mata kerisnya dibawa ke Indrapura, sarungnya dibawa ke Alam Kerinci disimpan oleh Depati Mudo, Depati Nangalo, Depati Niat, Depati Bandaro Dusun Rawang.

    Hikmahnya :
Maka matanya pulang ke Indrapura Sarungnya  tinggal di Alam Kerinci memberi arti tiap2 mata kerisnya tetap mencintai sarungnya, tiap2 sarungtetap tahkluk kepada matanya dengan keredaan sarungnya sendiri. Demikianlah Alam Kerinci dengan Kerajaan Indrapura lihat atau baca Persumpahan Dibukit Paninjau Laut.

Allkisah maka tersebutlah perkataan pangilan Kerinci Hilir dan Kerinci Hulu pada hari yang ditentukan maka sekalian mereka itu berkumpul ke Dusun Rawang ditaksir tidak kurang 5000 orang boleh dikata tiap2 orang memegang senapan yang berisi dengan peluru dan kelewang masih dalam sarungnya. Lantaran oleh  kebanyakan orang itu maka Rapat pertemuan bertempat ditengah sawah antara Dusun Teluk dengan Dusun Sungai Penuh.
Maka sekalian rakyat Dusun Rawang selain dari Depatinya semuanya tinggal menjaga Dusun Rawang dikepalai oleh Panglima Lang Berantai,  mereka khawatir kalau rapat gagal Dusunya dibakar dan rombongan Indrapura dibunuh.
Pada hari itu tujuh (7) ekor memotong kerbau memberi makan orang yang datang, tetapi isi dalamnya seperti hati, jantung, limpo dan timbunsu, makanan rombongan dari Indrapura dimasak oleh tukang masak dari Indrapura nama Keti dibantu oleh Sedun orang Lunang.
Kembali memperkatakan rapat ditengah padang, setelah sekalian mereka berkumpul maka ditengah-tengah padang itu dibuat mimbar (podium) tempat berbicara. Maka sekeliling padang yang tersebut, dikelilingi oleh rakyat Kerinci yang berhadir, segala senapan dihadapkanya sekalian ketengah2 Rapat tujuanya menghadap kepada orang yang berbicara.
"AWAS.!!!!....."
Menurut  adat Kerinci semasa itu kalau Panglimanya sudah menyebut :
"ALLUS "     
Tetap bedil meletus, Kelewang tercabut dari sarungnya, Tikam Bunuh menjadi sekali.
Tersebut keadaan Sultan Iradat dengan rombonganya, keluar ketengah  Padang tmpat sopit, maka datuk Benu Sultan palo2 Tapan berseru  membakar kemeyan sambil berkata " Mana sigulambai tujuh seperadik, diam dihulu Somba  nama2 Jinjeggi penghuni ujung tanjung kedudukan, Gajah Mada sertahulu Bolang yang bertujuh penunnggu tiap Dusun Tapan.
Kemarilah semuanya memapakmemimpin kami, sedangkan kami sekarang sedang terkepung oleh manusia yang belum mempunyai sifat prikemanusyaan.
Kemeyan dibakar lagi oleh Datuk Permai Duaso serta berkata :

Ya Allah ya tuhan mana Zuriat Kerajaan Indrapura yang kami bawa ini adalah bicara Sultan Muhammadsyah kepada Depati empat pemangku lima delapan helai kain di Kerinci rendah dan Kerinci tinggi supaya Alam Kerinci aman dan sentosa Negeri Indrapura selamat dan sempurna, seruanya sampai hujan panas datang tabuh Gadang Rawang yang bernama Sangugut dipukul terus, berbunyi gegap gempita turut berbunyi tabuh sekitarnya, maka Sultan Iradat dengan rombonganya turun dari rumah, berangkat ketengah padang dengan alat kebesaran yang dibawa dari Indrapura.
Menurut bicara orang yang melihat Sultan Iradat sampai kelangit bayang2nya badanya besar seperti gajah mukanya merah seperti matahari.Pengiring atau rombonganya kelihatan oleh manusia berbaju besi semuanya matanya merah seperti api ber nyala2 bagi mereka demikian juga Sultan Iradat tidak merasa perobahan itu, cuma hati tidak merasa takut dan gentar. Sesaat berjalan sampai pada tempat yang dituju segala senapan yang ada " Meletus " menghadap kelangit, adalah rasanya semasa itu dalam perperangan yang hebat.

Menurut Adat Kerinci semasa itu kalau ada rapat Sultan atau Pangeran atau wakil daripada keduanya, Depati kepada sembah, menyembah lebih dahulu. kalau wakil dari Sultan atau Pangeran membawa surat, ialah kali hakim yang membacanya. Semasa itu yang menjadi Kali Hakim bernama " Haji Midin ".
Orang Dusun Kampung Dalam Rawang, beristri di Kampung Dian, seberang Kampung Dalam Rawang, maka pada hari yang tersebut, bukan Sultan yang datang melainkan wakilnya yaitu :
Sultan Iradat dengan rombongan nya serta dengan membawa surat dari Sultan maka setelah rapat dibuka terus membaca " Alfatihah". Yang membuka rapat menurut Adat seperti tersebut diatas  ialah Depati Kepala Sembah dari mendapo Semurup, maka dia terus naik keatas podium dengan suara yang lantang serta masih mempermaklumkan kepada sekalian yang berhadir demikian katanya :
" Bahwa hari ini, satu hari pertemuan besar bagi Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain, kita berkumpul pada tempat ini karena menurut waris yang kita terima, kalau Daulat yang di Pertuan datang dari Indrapura, disinilah kita berkumpul buat menerima urayan dan paparan yang keluar dari mulut beliau.
Jika Pangeran Tumanggung dari Tanjung Muara Pasumai datang ke Alam Kerinci ini di Dusun Sarannagung kita berkumpul mendengar Taliti dan Sko yang keluar dari mulutnya Pangeran. Yang mengeluarkan bicara lebih dahulu bukanlah saya yaitu : Depati Muara Langkap dari Tamiai.
Maka sekarang dipermaklumkan kepada sekalian kita yang berada pada rumah gadang yang beratap langit, berlantai tanah bahwa pada hari ini, hari wakilnya Daulat yang dipertuan Indrapura diiringi Datuk Permai Duaso serta dengan rombonganya membawa kebesaran mensahkan dia Raja Daulat kita hendak bicara dengan kita sekalian, sebap itu diminta yang memegang Senapan letakan ditanah, demikian juga keris dan kelewang tetap dalam sarungnya.

Maka dia turun dari atas podium maka Haji Midin Kali Hakim Delapan Helai Kain naik keatas podium hendak membaca surat yang dibawa Sultan Iradat, tapi apa mau dikata tulang gemetar suara tidak berbunyi terus turun saja. maka dengan semufakat Depati2 yang ada ditengah-tengah yang tidak jauh dari podium yang bakal bersoal jawab dengan wakil dari seluruh Rakyat Alam Kerinci. Orang yang duduk menjadi wakil itu ditiap Mendapo 4 (empat) orang dikepalai oleh Mendaponya masing2 ikut tiap2 Mendapo 2 orang Hulu Balang, berjumlah mereka itu 60 orang, itulah orang yang menghitam memutihkan Rapat besar itu.
Setelah Kali Hakim turun dari podium maka sorak gemuruh bunyi halilintar, maka Haji Midin pingsan, dibawa kembali kerumahnya di Koto Dian.Urusan Kali Hakim selesai, maka keputusan orang yang 60 maka yang berbicara membaca surat tersebut terserah kepada Sultan Iradat, seterusnya menjadi Ketua Rapat pada hari itu.

Maka Sultan Iradat Naik keats podium, maka segala rombongan dari Indrapura berdiri sekeliling podium. Demikian juga orang pesisir yang ada di Alam Kerinci semasa itu turut bersama. Saat tersebut tengah hari tepat, jarum arloji menunjukan pukul 12.00 segala mata manusia yang ribuan banyaknya itu tertuju kepada Sultan Iradat. Sultan iradat diatas podium membuka satu bungkusan surat dengan amplop panjang berlapis dengan kain kuning memakai cap stempel Kerajaan Indrapura, yang mana sekarang masih ada disimpan.
Setelah surat ini dibuka maka Sultan Iradat membaca " Bismillah "dan " Takbir " tiga kali dengan suara perlahan. Dengan suara lantang dan nyaring yang tidak menaruh gentar dan takut surat dibaca, demikian bunyinya :

" Disampaikan kepada :
Depati Empat, Pemangku Lima
Delapan Helai Kain
Yang berkuasa di
Kerinci Rendah dan Kerinci Tinggi

      Bahwa surat ini datang dari Hamba Sultan Muhammadsyah, Daulat yang Dipertuan di Indrapura
mendapatkan saudara-saudara Depati dan Rajo-Rajo Pemangku-Pemangku andai kata seluruh Rakyat Lingkung Gunung, sampai Ngalape hilirnya Batai Air Tamiai yang mengalir ke Batang Tentan.
      Bahwa yang bawa ini surat keponakan kandung saya Nama : Sultan Iradat serta dengan pengiring-pengiringnya yang membawa celak kebesaran Indrapura, menyatakan Sultan Iradat ini ganti diri saya,
yang berbunyi dalam surat ini ialah seperti lidah saya, berbicara dimuka rapat ini.
      Oleh karena Hamba mengingat Sumpah nenek kita kedua belah pihak yaitu :
       1. Sultan Gagal Alamsyah
       2. Raja Muda Panjar Zat
       3. Pangeran Tumanggung Tanjung Muara Pasumai
Diatas Bukit Paninjau Laut, memotong kerbau tengah dua, kepeng sekeping dipertiga, sama-sama mencurak air keris.
       Sumpah itu berbunyi sesudah bertemu sekarang, sebap saya takut dimakan sumpah maka dengan ini sya nyatakan :
 " Kabar-kabar angin bahwa Belanda akan masuk ke Alam Kerinci karena terbunuhnya Imam Rusa "
Kabar angin ini kalau berhembus sekurang-kurangnya Batang Kambahang rebah, sebagai kata pepatah :
 " Sepandai-pandai mencencang, landasan musti luluh "
Oleh sebap itu, sebelum hujan, kita sedia payung, saya minta dengan sangat, atas nama nenek moyang kita yang tersebut diatas " Allah "  mengizinkan serta membuka hati saudara-saudara :
       Depati Empat, Pemangku Lima Delapan Helai Kain, akan turun ke Indrapura dengan selekas mungkin, sebolehnya bersama dengan Sultan Iradat..
Kedatangan saudara ditunggu dengan Wajir menteri XX dan Datuk-Datuk yang Tiga Lurah.

                                                          Indarpura  3 April 1902

                                                                      dto/Cap
                                                        ( Sultan Muhammadsyah)


Setelah surat dibaca, maka segala senapan yang terletak ditanah dipeganya kembali, mereka merah padam mukanya sebap mendengar menyebut Belanda.
Mereka ribut serta berteriak, sekali berteriak bergemuruh bunyinya menyebutkan :   " Alluss "
Artinya dalam Adat Kerinci kalau sudah disebutkan Allus senapan meletus, amuk tikam menjadi betul-betul pada waktu itu mereka menembak, tetapi senapan tidak mau meletus.

Dengan Kehendak Allah Ta'ala berikut syafaat Rasul Yang Mulya serta Zuriat Nenek moyang, maka mereka sekalian menangis. Apa yang ditangiskan tidak tentu.
Kira-kira 1 jam sesudah itu, maka rapat dimulai lagi, sebelum rapat dibuka minum kopi, makan gelamai,cara gelamai Kerinci.
Dengan kebesaran Allah ta,ala pada hari itu hujan tidak panaspun tidak udara sedang saja.
Baik juga diterangkan disini waktu senapan sebagai disebut diatas tadi, yang mana pada waktu itu Sultan Iradat di atas podium, maka Rencong yang Sakti yang tersisit dipingang Sultan Iradat melompat matanya keluar dari sarungnya maka jatuh menimpa kaki Sultan Iradat, tetapi insya Allah tidak terjadi apa-apa.
Maka Rapat dimulai, Sultan Iradat tetap menjadi Ketua Rapat. Sejurus Rapat dibuka kira-kira 15 menit maka datang dua orang masuk kedalam persidangan Rapat, Kedua orang tersebut adalah :

1. Nama : Melintang Gunung, kumisnya sebelah tersangkut ditelinganya bersenjatakan Tombak.
2. Nama  : Batu Bulat Tidak Bersanding, jengotnya lebat, tidak mempunyai kumis, senjatanya kelewang       panjang kira2 dua hasta, sudah tercabut dari sarungnya.

Mereka memberi salam, serta menunjukan satu helai surat. Rapat pada ketika itu diberhentikan buat sementara, kepada mereka ditanyakan darimana datangnya, apa yang dimaksud dan siapa namanya.
Setelah mereka memberi tahu bahwa mereka Dubalang Pangeran Tanjung Muara Pasumai. Maksudnya menemui Depati Empat Pemangku Lima namanya seperti tersebt diatas tadi.
Manusia ketika itu semakin rapat datang ketengah tempat berbicara maka surat yang dibawanya itu dibaca dan bunyinya begini :

"Bahwa surat ini datang dari :
Kulo Pangeran Tanjung Muara Pasumai
Datang Kepada :
Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain.

Kulo Sekarang Berpijak Atas Bangkai, berenang dalam darah.
Belanda telah sampai diMuara Pasumai, rumah kulo sudah dibakarnya, rakyat telah lari masuk hutan.
Kulo anak beranak lari ke Hulu Batang Tentan.
Kalau Depati Empat Pemangku Lima Delapan Helai Kain, kalau lagi mengingat sumpah takkala di Bukit Panunjau Laut Raja Tiga Selo :
1. Raja Indrapura yang bergelar Sultan Gagal Alamsyah.
2. Raja Muda Panjar Zat, Raja Alam Kerinci.
3. Nenek Moyang kulo Pangeran Tumanggung berkubur dibukit.
Maka sedapat ini surat, datanglah ke Muara Pasumai, bawalah senjata senapan dan tombak, minum makan tangung Kulo.
Kulo menanti serta dubalang2 dengan Rakyat di Nibung Pangkalan Jambu.
Siang diterima surat ini, siang berjalan malam diterima malam berangkat.


                                                               Dari Kulo
                                                     Pangeran Raden Anum
                                                             Singo Depati
                                                                Cap/dto
                                                         ( Sultan Taha )


Setelah surat dibaca, maka seluruh rakyat yang ada disitu kira-kira 5000 orang banyaknya mencabut kelewang sama sekali sambil men caci2 Belanda, sehinga Rapat bubar.
makadengan usaha Depati Payung di Semunap dan Depati Anum Djudjum dan Datuk Pemangku Indo Sungai Penuh,maka kebulatan itu diperhatikan.
Dengan ringkasnya saja dapat kebulatan mufakat, hal ini diserahkan keputusanya kepada Sultan Iradat. Dengan takdir " Allah " berkat Zuriat nenek moyang, hati Sultan Iradat tenang pikiranya lapang mukanya ber seri2 membawa kasih sayang kepada yang melihat, maka Sultan Iradat memberi keputusan  seperti tersebut dibawah ini :

" Alam kerinci seperti tungku Tiga sejerangan Rusak satu tidak bisa dipakai lagi  "

Artinya : Rusak Indrapura, Binasa Alam Kerinci Hangus Tanjung Muara Pasumai. Kalau Tanjung Muara Pasumai Hangus Binasa Alam Kerinci Celaka Indrapura.

Maka pada hari ini kita sudah mengetahui bahwa dua surat yang datang, wajib diturut keduanya.. Suara gemuruh menyatakan sepakat. Maka Depati Kepala sembah, tegak berdiri menyusun jari yang sepuluh menyembah kepada Sultan Iradat  dengan katanya :
" Pandangan kami sekalian, bahwa yang kami hadapi saat ini bukanlah lagi wakilnya, hanya sebenarnya, diri Daulat yang dipertuan Indrapura. Keputusan yang tersebut kami terima dengan senang hati, hanya siapa ke Tanjung  Muaro  Pasumai dan siapa ke Indrapura, minta tuan muda menetapkanya "
Semasa itu Sultan Iradat , bulu badanya seram, airmatanya titik, Daulat yang dipertuan terbayang dimukanya, serta berkata dengan suara yang nyaring :
" Bagaimana pikiran kita semuanya tentang bicara Depati Kepala Sembah itu "
Maka sekalian menjawab dengan serentak :
" Kami semua setuju apa keputusan kami terima "
Maka Sultan Iradat memberi ketetapan demikian :
" Sehingga Hiang ke Hilir terjun ke Miuara Pasumai dengan membawa senjata alat peperangan, sehingga Penawa ke Mudik, turun ke Indrapura "
Maka keputusan itu diterima baik, sambil melepaskan senapanya seletus seorang, se olah2 semasa itu adalah dalam peperangan hebat. Senapan berbunyi bagaikan membakar Lebong Buluh, sehingga perempuan2 Dusun Rawang keluar semua bergerai rambut , tabuh berbunyi tidak berhenti, karena persangkaan mereka itu sudah berperang awak samo awak.
Segala yang menjaga Dusun Rawang seperti telah dikabarkan diatas yang di Kepalai oleh Panglima Lang Berantai, keluar semua dengan senjata, berlari ketengah padang, dugaan mereka rombongan dari Indrapura mati terbunuh. Setelah mereka mengetahui yang sebenarnya, maka sekalian mereka itu tenang.
Keputusan ketanjung Muara Pasumai maka segala orang dari Hiang ke Hilir kembali ke Dusunnya masing2 tidak menunggu makan lagi kerena mereka hendak berjalan malam ini juga. Waktu mereka meninggalkan tempat Rapat, mereka bersorak dengan suara gemuruh, katanya :

" Apo Belanda ini orang putih lembut Empat setikam Lima sepancung ku bunuh mati2, Rajo kami diusirnyo rumah dibakarnyo, kami mengambil balas "

Allkisah  tersebut lagi, hingga Penawar Mudik masuk ke dalam Koto Rawang, makan kerbau yang tujuh ekor yang sudah dipotong. Sekalian mereka tidak kembali ke Dusunya masing-masing sebap pada malam itu diadakan Rapat menentukan harinya turun ke Indrapura. Pendek perkataan  dapatlah ketetapan Sultan Iradat menunggu 8 hari turun ber sama2 dengan mereka itu.
Maka diutuslah Panggawo Bungkuk kembali ke Indrapura mengabarkan hal itu. Setelah genap waktunya berangkatlah mereka itu ke Indrapura kurang lebih jumlahnya 200 orang yang disertai rombongan Sultan Iradat. Jalan yang dilalui bukan jalan yang sekarang, karena jalan yang sekarang belum ada lagi, hanya jalan yang ditempuh jalan Bukit Gedang lebar kira2 1 meter lebih, berjalan diurat-urat kayu, seratus duapuluh kali menyebrang baru sampai ke Tapan.
28 April 1902 maka sekalian Depati2 Kerinci dan rombongannya serta Sultan Iradat dan rombongannya sampailah di Indrapura dengan disongsong oleh Regent dengan Kotleriurt Manupasak ke Sungai Kuyung. Maka rombongan Depati Empat Pemangku Lima yang datang ditempatkan digedung Batang Selaut dirumah Bunda Sultan Iradat. Selama tujuh hari mereka berada di Indrapura 2ekor memotong jawi, dan enam pikul beras habis dan tiga kali mereka itu ber-bondong2 ber-sama2 dengan tuanku Regent dan Mangkubumi pergi kerumah  Kotleriurt di Hilalang. Apa yang dibicarakan disitu sipengarang sejauh ini tidak mengetahui. Hanya dapat dilihat tiap2 1 orang Depati mendapat 1 kayu kasumbo dan 1/2 kayu kain merekan, yang lain2 mendapat 1/2 kayu Kasumbo, pemberian dari Belanda ini di sertakan 4 (empat) buah Gung dan kembalinya Depati Empat Pemangku Lima ke Kerinci diantar oleh Tuanku Regent dan  Kotleriurt  ke Tapan.
Zaman fitrah atau masa penantian selama 8 bulan dalam tahun 1902 itu, tidak tersebut apa2 hal Kerinci karena sipengarang tidak mengetahui Politik Belanda terhadap Alam Kerinci, hanya tahu2 saja hari Sabtu 26 Desember 1902  Kotlert Manupasak dan Resident Tengeel datang kerumah Tuanku Regent memberi tahu atas nama Menijr Ekselensyi GG tanah Hindia Belanda maka Kerinci mesti ditahlukan masuk jajahan Belanda.

3 Februari 1903 kapal perang berlabuh di pasir Genting membawa militer serta alat2  peperangan dan Komandanya seorang Kapten  dan empat orang Luitmanak.  Tuanku Regent diminta ikut bersama, demikianlah kami terima perintah dari Guvernuur Genderaal yang disampaikan kepada Guvernuur di Padang.waktu itu rapat Penghulu membicarakan hendak turun kesawah, pembicaraan itu didengar oleh sekalian Penghulu itu dan sipengarang sejarah ini yaitu Sultan Iradat turut juga mendengar ketika itu. Tapi tidak mrgerti apa yang dibicarakan, karena pembicaran itu dalam bahasa Belanda seluruhnya, hanya yang nampak muka Regent sebentar merah2 padam, sebentar pucat pasi, yang kelihatan lagi Regent memukul meja dengan tanganya. Melihat yang demikian itu Kotlert turun dari rumah saja.

Setelah Belanda itu meninggalkan tempat, Regent tidak jadi Rapat Sawah melainkan kata beliau pada sidang rapat :
" Hari ini bukan rapat turun ke Sawah, melainkan kita namakan rapat penting "
Maka tuanku Regent menceritakan perkatan-perkataan Belanda tadi seperti yang telah diterangkan diatas.
Regent bertanya :
" Bagaimana pikiran Penghulu2 kalau saya sertakan Militer Belanda ini ke alam Kerinci saya dimakan sumpah, kalau tidak saya ikutkan tentu celaka, se-kurang2nya diperhatikanya, sebap kita sudah bertahluk pada Belanda "
Maka Rapat menjawab :
" Tuanku Ampun, hal ini tidak dapat kami menimbang, semuanya terserah pada Tuanku Ampun "
Kira-kira satu jam hening dan sunyi rapat karena Tuanku Regent berfikir, maka dapatlah keputusan : Tetep dia turut bersama Penghulu2 yang hadir, serta Cerdik pandainya,Alim-ulamanya, Menteri-hulu balangnya setuju saja.
Maka ditulis surat kepada Pado2 Tapan surat yang memakai bulu ayam  kata orang sekarang  " Surat Sepood " minta disuruh selekasnya datang ke Indrapura saudagar Kerinci yang ada di Tapan yaitu :
  1. 1. Haji Bagindo Sutan orang Rawang
  2. 2. Haji Durahim orang Dusun Rawang
  3. 3. Haji Budin orang Dusun Sungai Penuh
  4. 4. Haji Mohd. Dayah Dusun Sungai Penuh
  5. 5. Haji Mohd. Rasid Dusun Semurup
Setelah mereka sampai dihadapan Regent maka Regent memberi perintah kepada mereka itu demukian :
  1. Hari besik sekalian Toko orang Kerinci yang ada di Tapan mulai tutup sebap Militer Belanda akan masuk ke Alam Kerinci yang melalui Negeri Tapan.
  2. Diminta Haji yang berlima ini kembali ke Kerinci memberi tahu tiap2 Dusun Kerinci Hulu atas nama Sultan Daulat yang Dipertuan Indrapura apabila Belanda masuk jangan melawan karena tidak bisa terlawan, dan segala pintu-pintu rumah buka seperti biasa dan Dusun jangan ditinggalkan  pura2 saja tidak mengetahui suatu apa.

Pada waktuyang ditentukan, maka Militer Belanda sudah sampai di Muara Sakai terus berangkat ke Alam Kerinci berserta Regent. Dan Regent diiringi oleh Manti-Hulubalangnya yaitu :
  1. 1. St. Gandam Bergelar R. Maharajo Gedang
  2. 2. St. Sidi Gelar R. Sanggo Dirajo
  3. 3. Lau Gelar Datuk Rajo Nam Kayo Penghulu Palo2 Tapan
  4. 4. Datuk Maharajo Sri Palo2 Lunang
  5. 5. Datuk Sampono Dirajo Palo2 Selaut
  6. 6. Nondok Gelar Datuk Melayu Penghulu di Air Haji
Dubalang2 tidak disebutkan namanya disini cuma jumlahnya saja yang diterangkan, yaitu 40 orang.
Tukang masak makanan :
  1. 1. Karimin orang Jawa
  2. 2. Malait Gelar R. Ibrahim Famili dari Regent.
Perjalanan Militer Belanda dengan Regent ini tidak diperpanjangkan kissahnya, terus dengan selamat masuk ke Alam Kerinci, dengan tidak mendapat perlawanan dari rakyat Kerinci Hulu, karena sebenarnya mereka memegang amanat dari Tuanku Regent yang disampaikan oleh Haji2 yang tersebut tadi. Setelah Militer Belanda mengambil istirahat Tiga hari di Dusun Rawang, maka mereka berangkat ke Kerinci Hilir maka sampai di Dusun Hiang dapat perlawanan sehingga sampai berperang, yang disebut " Perang Hiang " lamanya Perang ini hanya 4 Hari saja terus takluk, cuma Belanda mati 4 orang, Militer Jawa 2 orang, Militer Belanda 2 orang, maka Alam Kerinci 2 Bulan aman.

No comments:

Post a Comment

Silahkan tinggalkan pesan anda untuk artikel ini tapi JANGAN coba-coba mengirimkan SPAM.